Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Achmad Zukri menyatakan, banjir di Jakarta pada 2014 ini bukan karena faktor alam — terutama intensitas curah hujan.
"Sebab, curah hujan di kawasan Ibu Kota pada tahun 2014 lebih rendah daripada curah hujan pada tahun 2013 ketika terjadi banjir lebih besar," kata Zukri di Jakarta, Minggu (19/1).
Menurut Zukri, pada tahun 2013, distribusi hujan lebih banyak di Jakarta, sementara hujan di daerah penyangga lebih kecil. Pada tahun 2014, distribusi hujan tidak merata di seluruh Jakarta, tetapi hanya Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan.
"Selain itu, hujan yang turun awal tahun ini tidak selebat 2013. Hujan sudah dicicil sejak malam tahun baru. Sementara itu, tahun lalu, hujan terjadi sekaligus selama beberapa hari berturut-turut, dengan intensitas lebat," ungkap dia.
Zukri membandingkan pantauan curah hujan oleh BMKG dari 18 titik tahun lalu dengan tahun ini pada hari saat banjir terparah.
Titik pantauan yang menunjukkan penurunan adalah Tanjung Priok, Kemayoran, Pakubuwono, Halim Perdanakusuma, Cengkareng, Kedoya, Pasar Minggu, dan Lebak Bulus.
Menurun
Di luar Ibu Kota, titik pantauan Gunung Mas dan Citeko yang mencakup pantauan kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, sebagai penyumbang banjir menunjukkan bahwa curah hujan menurun. Curah hujan di Gunung Mas turun dari 76 dan 118,5 milimeter per hari pada tanggal 16-17 Januari 2013 menjadi 25 milimeter per hari pada tanggal 11-12 Januari 2014.
Adapun wilayah tetangga Jakarta yang curah hujannya meningkat adalah Depok, Dramaga, dan Citeko. Curah hujan di Depok naik dari 63,5 dan 64,5 milimeter per hari menjadi 65 dan 147 milimeter per hari pada tanggal 11-12 Januari 2014. Di Dramaga, curah hujan naik tajam dari 26-27 milimeter per hari menjadi 85 dan 102 milimeter per hari.
Alih fungsi
Sebelumnya, Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Mukri Friatna pada Sabtu (18/1) mengatakan, bahwa penyebab banjir bukan curah hujan, melainkan banyak hutan yang beralih fungsi.
Walhi mencatat, banyak hutan yang ditebang untuk permukiman dan industri. Artinya, wadah untuk menampung hujan makin kecil. "Yang namanya volume air tetap segitu, nggak bisa berubah. Tetapi 'gentongnya' ini yang dikurangi," kata Mukri.