Saringan pertama dan terutama ya dari “sumber material”, sang donor, dilihat dari usia, riwayat penyakit, bahkan gaya hidupnya.
Usia donor jaringan tergantung pada jaringan yang akan diambil, umumnya 12-45 atau sampai 65 tahun. Sebenarnya, bayi pun boleh. Tapi, “Kembali ke etika,” kata Nazly Hilmy, Ph.D, “Rasanya tak sampai hati membedah bayi untuk diambil jaringannya.”
Ada kisah terkenal tentang seorang ibu yang putranya, Bobby tertabrak mobil di depan rumahnya. Ia mendonorkan semua bagian tubuh Bobby karena ingin Bobby hidup di tubuh orang lain. Tanggapan orang bisa beda-beda.”
Donor terbaik, adalah donor hidup 20-30 tahun. “Masih sehat dan kuat. Kalau lebih dari 65 tahun ya sudah tak bagus. Seperti mesin saja, makin tua ya makin soak,” kata wanita yang masih energik kelahiran Meulaboh, 16 Desember 1938 ini.
Patokan umumnya, untuk jaringan tulang (12-65 tahun), tulang osteochondral (12-45 tahun), jaringan lunak (12-45 tahun) dan kulit (12-65 tahun). Pemeriksaan darah dilakukan untuk meyakinkan, bahwa calon donor tak mengidap penyakit menular dan tak mengandung virus seperti HIV, Hepatitis B/C, diabetes melitus, TBC, kanker dan tak kecanduan obat yang disuntikkan.
Berkaitan dengan soal ini, “Kita juga melihat gaya hidup dan latar belakang kehidupan calon donor. Misalnya, yang bertato, tak kita pakai, karena ada kemungkinan pemakaian jarum bergantian. Juga kaum homo atau lesbi,” tutur penyandang gelar Ph.D dari Tokyo University of Agriculture, Tokyo, 1994 ini. “Bukan bermaksud membeda-bedakan, lho, tapi kami menyebutnya sebagai donor berisiko. Lebih baik tidak.”
Saringan Berlapis
Setelah calon donor dianggap memenuhi syarat, dilakukanlah panen jaringan. Dengan cara tertentu pula. Jaringan amnion dipanen dari ari-ari segera setelah dilahirkan, dan tulang dari jenazah dipanen paling lama 6-12 jam setelah meninggal. Lalu dilakukan Swab Test alias uji mikrobiologi, jaringan dikarantina pada suhu -40 derajat Celcius.
Kalau hasil uji ini positif, yaitu mengandung mikroba patogen seperti E.Coli, Staphylococcus spp, Pseudomonas spp, jaringan itu tak diolah lebih lanjut untuk pemakaian klinis, tapi masih dapat digunakan untuk penelitian.
Jaringan yang tak bersih, “Bila dicangkokkan bisa membuat pasien menggigil,” ujar Febrida Anas, salah satu staf bersertifikat internasional, sambil memperlihatkan jaringan tulang yang telah dikeringkan tapi masih memperlihatkan bercak coklat darah yang gagal dikeluarkan.
Kalau lulus Swab Test, jaringan pun diawetkan. Caranya ada dua. Pertama, liofilisasi (lyophilization) , proses pengeringan sublimasi pada suhu beku (-10 - -40 derajat Celcius) hingga jaringan yang dikeringkan tak mengalami perubahan susunan kimia dan fisika. Kedua, dibekukan segar pada suhu -80 - -140 derajat Celcius. Sementara pada tulang, dilakukan pula penghilangan mineral dan lemak serta mengurangi pencemaran mikroba dan virus dalam batas tertentu, lalu diliofilisasi pada suhu -40 derajat Celcius.
Jaringan kering maupun segar ini masih menjalani Sterilisasi g untuk membunuh kuman dan virus yang tak terlacak pada saringan pertama. “Misalnya kemungkinan adanya virus HIV yang pada saringan pertama masih tahap window time (belum menunjukkan gejala). Jadi diradiasi dengan sinar gamma dari Co-60 dengan dosis 35 kGy (kilo gray, satuan radiasi), menurut ISO 13409, 11737-1 dan 11737-2.”
Jaringan liofilisasi sampai kadar air kurang dari 7% lalu dikemas dalam plastik khusus rangkap tiga yang tahan radiasi dan melindungi dari cemaran kuman. Dengan cara ini, jaringan kemasan bisa disimpan pada suhu kamar (5-10 derajat Celcius), terhindar dari sinar matahari langsung hingga bisa bertahan dua tahun. Ini jauh lebih murah daripada bila disimpan segar karena harus menempati “kulkas” khusus dengan pendinginan minimal –80 derajat Celcius yang harganya “Setara mobil Kijang,” tutur Basril Abbas, salah satu staf yang bersertifikat internasional.