Mengantar Kayu Legal Indonesia ke Pasar Global (1)

By , Kamis, 23 Januari 2014 | 11:43 WIB

Satu langkah lagi lebih dekat dalam mengantar kayu Indonesia bercap legal ke perdagangan global. VPA antara Indonesia-Uni Eropa telah ditandatangani.

Saat ini, Uni Eropa dan Indonesia sedang dalam proses ratifikasi. Bila telah diratifikasi, semua produk yang berlisensi SVLK akan mendapatkan lisensi FLEGT dan secara otomatis tersertifikasi menurut EUTR. (Lengkapnya baca di sini)

Namun, penandatanganan dan ratifikasi bukanlah tujuan akhir. Masih ada tugas penting yang harus diselesaikan untuk memastikan bahwa SVLK siap untuk diakui secara formal.

Pelaksanaan VPA butuh kepastikan bahwa kayu ilegal tidak bisa memasuki supply chain, dan kita juga harus yakin bahwa industri kayu Indonesia siap untuk mengecualikan kayu yang belum bersertifikasi SVLK dari pasar Uni Eropa. "Tantangan kita adalah penjagaan dan peningkatan kepercayaan pasar," ujar Colin Crooks dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia.

"Proses menuju FLEGT ini sangat panjang dan tidak mudah. Kalau mudah, maka semua negara penghasil kayu di seluruh dunia sudah meraih status FLEGT," imbuh Colin.

Rencana Aksi (Action Plan) yang tengah disusun akan memastikan konsistensi standar legalitas, hingga menyiapkan kapasitas pemda, auditor, lembaga verifikasi dan pemantau independen, serta transparansi. Diharap meningkatkan keterlacakannya.

Kemampuan pelaku industri hasil kehutanan berskala usaha kecil menengah menjadi perhatian. "Industri semacam ini pemain penting soal sertifikasi kayu yang ujung-ujungnya bisa berdampak ke hutan Indonesia," papar Dita Ramadhani dari Global Forest & Trade Network (GFTN), WWF-Indonesia.

Dalam hal ini, keputusan pemerintah Indonesia sangat tepat untuk mendukung sertifikasi secara kelompok (group certification). Serta memundurkan batas waktu kepemilikan sertifikasi bagi UKM sampai dengan 2015.

Menurut I Ketut Alit Wisnawa dari Divisi Organisasi dan Antarinstitusi Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), ASMINDO bekerja sama dengan WWF-Indonesia akan memfasilitasi para anggota yang seluruhnya bergerak pada bidang industri permebelan dan kerajinan tangan UKM, ditargetkan sudah mendapat SVLK pada akhir tahun 2014 ini.

Kalangan industri mebel memang berada di garis depan. Dalam mata rantai perdagangan, mereka berhadapan langsung dengan konsumen-konsumen dunia.

SVLK menuai manfaat

Kementerian Perdagangan mencatat pangsa pasar produk kayu Uni Eropa pada 2012 senilai US$24 miliar, dengan nilai ekspor Indonesia hanya US$640 juta. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, menilai berlakunya SVLK sejak Januari 2013 berdampak positif bagi ekspor Indonesia ke kawasan itu.