Hemat Air dari Kantor Sendiri

By , Senin, 20 April 2015 | 16:30 WIB

Suatu hari petugas PAM mendatangi kantor pusat Unilever di Jakarta. Mereka didampingi petugas Kepolisian. Ada apa? “Ada kecurigaan, kami mencuri air. Sebab, pemakaian air bulan itu jauh lebih berkurang daripada bulan sebelumnya,” tutur Josef Bataona, Human Resources & Corporate Relations Director PT Unilever Indonesia Tbk pada Agustus 2008,

“Kami tenang saja. Bisa kami buktikan, bahwa pemakaian air PAM yang amat berkurang itu karena instalasi pengolahan air limbah yang kami bangun berfungsi baik. Antara lain, untuk menyiram tanaman. Jadi, sangat hemat, bukan mencuri air.”

Nah, Gedung Gramedia Majalah, penerbit Intisari, National Geographic juga tak cuma gemar menasihati Anda lewat Halaman Hijau dan artikel-artikel sustainable life style. Tapi sejak 2003 sudah langsung praktik hemat air untuk keperluan sekitar 1.000 orang pegawai dan tamu per hari, termasuk untuk toilet, AC, penyiraman tanaman dan pemeliharaan kebersihan ruang.

Sebelumnya, seluruh kebutuhan air diambil dari air tanah dengan jet pump. “Tapi Pemda DKI mengatur pemakaian air tanah tak boleh melebihi 100 m3/bulan. Selebihnya mesti membeli, dengan air ledeng,” papar Ign P Luhur Putrasetyono, Kepala Seksi MEET (Mekanikal, Elektrikal, Elektronika & Telekomunikasi) Gramedia Majalah, “Agar hemat anggaran dan menjaga lingkungan, harus dicari cara menghemat air tanpa mengurangi kenyamanan kerja.”

Jadi kemudian, pasokan air didapat dari dua sumber. Pertama, berlangganan PAM, air siap pakai untuk keran air wastafel, kakus jongkok, pancuran kamar mandi dan pembasuh semprot kakus duduk. Kedua, dengan mengambil air tanah yang mesti diolah dulu untuk menyiram tanaman, penggelontor kakus duduk dan urinair, serta sistem AC terpusat yang memakai sistem media pendingin air dengan make up water cooling tower.

Sumber pasokan air yang kedua ini adalah  deep well (sumur dalam) 300m. Air tanahnya belum layak pakai, tapi harus melalui water treatment plant (instalasi pengolahan air) di bak bawah tanah dengan bahan kimia chlorine, PAC  dan polymer. Prinsip kerjanya seperti tawas pengikat kotoran penjernih air.

Agar tak terus terlalu banyak menyedot air tanah, dibuatlah instalasi pengolahan limbah (Sawage Treatment Plant). Jadi, air buangan wastafel, kakus, urinair diolah dengan rotor dish bermedia bakteri, saringan karbon dan pasir, yang hasilnya bisa dipakai lagi untuk menyiram tanaman, pendingin AC dan penggelontor kakus.

Dengan sistem pengolahan limbah ini, bila seluruh keperluan air harus dipasok dari ledeng, “Pemakaian air PAM bisa dihemat hingga 97%,” tutur Luhur.

Penghematan juga dilakukan dengan memilih sistem kakus duduk yang lebih hemat air. Yaitu, ada dua tombol penggelontor, tombol kecil untuk penggelontor buang air kecil, dan tombol besar untuk penggelontor buang air besar.

Pendingin ruangan terpusat perlu air 26 m3/hari, masih disetel di suhu 23 – 25 derajat Celcius, “Belum bisa seperti imbauan Presiden untuk menaikkan satu derajat ke 26 derajat Celcius. Pernah dicoba tapi pegawai banyak yang mengeluh,“ kata Luhur.

Tapi dengan kisaran dua derajat Celcius sudah cukup mengatur penghematan. Diatur dengan sistem pendingin terpusat,  Air Handling Unit> menyetel bagian ruang dekat jendela di 25 derajat Celcius, dan ruangan di bagian makin ke dalam 23 derajat Celcius.

Prinsip bahwa tiap tetes air tiada yang terbuang terus dijalankan. “Saat ini kami sudah mengukur bahwa tetesan AC yang tertampung ada 1.536 l/hari. Nah, ini kan bisa dimanfaatkan lagi. Kami sedang menghitung anggaran agar dibuat instalasi penyaluran tetesan air AC ke tanki pengolahan limbah. Jadi, tak perlu terlalu banyak lagi menyedot air tanah dan berlangganan PAM.”