Menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Dwiana Ocviyanti, peningkatan AKI akan terus terjadi bila budaya kehamilan tanpa persiapan terus terjadi. Oleh karenanya, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, baik dari pemerintah, penyedia layanan kesehatan, hingga pasangan yang ingin punya anak untuk menekan AKI.
Dwiana menjelaskan, tidak adanya persiapan dalam menjalani kehamilan akan meningkatkan risiko kehamilan yang menjadi ancaman penyebab kematian ibu. Secara garis besar, Dwiana merinci tiga ancaman penyebab kematian ibu yang sering terjadi berikut ini.
1. Plasenta previaIstilah ini digunakan untuk kondisi plasenta menutupi jalan lahir sehingga memicu terjadinya pendarahan, sementara bayi tidak dapat dikeluarkan. "Belum diketahui apa yang menyebabkannya, namun sebenarnya kondisi ini bisa dideteksi dengan ultrasonografi (USG) di usia kehamilan 3-4 bulan," jelas Dwiana saat ditemui dalam acara Nutritalk Sarihusada, Selasa (28/1) di Jakarta.
Oleh karena itu, dia menegaskan agar ibu hamil tidak malas memeriksakan kehamilannya secara teratur. Meskipun kehamilan pertama bisa dilewati dengan sehat, risiko kondisi ini bisa terjadi di kehamilan berikutnya, bahkan justru meningkat.
"Kebanyakan ibu hamil hanya rajin periksa kandungan di kehamilan pertama, kehamilan selanjutnya sudah merasa piawai dan tidak rajin lagi. Padahal justru risiko komplikasi akan meningkat di kehamilan selanjutnya, apalagi kalau sudah sering hamil," paparnya.
2. Solusio plasentaKondisi ini dikenal juga dengan istilah awam ari-ari lepas. Solusio plasenta biasanya terjadi karena trauma, seperti terjatuh, atau mendapat kekerasan. Kondisi ini berbahaya karena akan memicu pendarahan dini dan mengakibatkan kematian bagi ibu maupun janin.
3. Pendarahan saat bersalinPendarahan merupakan kondisi yang sangat berbahaya bagi ibu. Pasalnya, Dwiana menjelaskan, dalam satu menit, darah yang keluar akibat pendarahan bisa mencapai 500 cc. "Kita tahu, darah manusia hanya 5 L, jadi kalau terjadi pendarahan, 10 menit saja, ibu bisa meninggal kalau tidak segera ditangani," jelasnya.
Pendarahan saat bersalin terjadi karena rahim yang tidak mau mengerut setelah melahirkan. Ibarat karet, rahim bisa melebar saat hamil dan perlu mengerut lagi sesudah melahirkan. Namun semakin sering hamil, elastisitas ini semakin berkurang dan risiko pendarahan pun meningkat. "Jika sudah terjadi pendarahan, dokter harus segera menghentikannya dengan mengerluarkan rahim," ujarnya.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2013 menunjukkan, angka kematian ibu (AKI) meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2007, jumlahnya tercatat 228 per 100.000 kelahiran hidup.