Banjir menggenangi 23 kelurahan di Jakarta. Sejumlah kali meluap, rumah warga tergenang, dan transportasi terganggu oleh banjir.
Apa pemicu banjir kali ini? Apakah seperti yang biasa dikatakan, banjir adalah kiriman dari hulu sungai? Pakar hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, mengatakan banjir kali ini dipicu oleh hujan lokal.
Menurut Ali, hal tersebut bisa dilihat dari perbandingan intensitas hujan di hulu dan hilir serta status pintu air. "Curah hujan di hulu tidak besar. Katulampa saja Siaga 4. Jadi ini memang hujan lokal," kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/1).
Berdasarkan data BMKG, curah hujan di Jabodetabek pada Selasa (28/1) memang tinggi. Wilayah dengan curah hujan tertinggi adalah Kedoya (135 mm), Halim Perdana Kusuma (120,8), Manggarai (117,8), dan Pasar Minggu (108,5). Sementara itu, hujan di wilayah hulu hanya tergolong berintensitas ringan dan sedang, misalnya di Curug (38 mm) dan Citayam (42mm).
Menurut keterangan di situs BMKG hari ini, pemicu hujan lebat kemarin adalah adanya pumpunan awan di wilayah sebelah barat Sumatera.
Hujan lokal dalam waktu singkat yang langsung menimbulkan banjir ini menunjukkan betapa buruk kondisi sungai, waduk, dan daerah resapan di ibu kota.
Firdaus menjelaskan, ruang hijau di Jakarta kini tinggal 9,8 persen sehingga tidak mampu menyerap air secara maksimal. Konsekuensinya, banyak air mengalir di permukaan.
Ketika permukaan (waduk, sungai, dan drainase) diandalkan untuk mengalirkan air, kondisinya pun jauh dari ideal. Sebagai contoh, lebar Ciliwung kini jauh berkurang. Di beberapa wilayah lebarnya menyempit hingga hanya 7 meter.
Melihat hal itu, kata Firdaus, penanggulangan banjir harus dilakukan dengan memperbaiki drainase dan mengembalikan fungsi sungai dan waduk serta menambah wilayah resapan air.