Pencinta sepak bola di tanah air pasti pernah mengalami kesulitan untuk mendapatkan kaos bertemakan sepak bola, selain jersey tentunya. Jikapun ada, pasti akan menguras dompet karena biasanya produk tersebut diimpor dari luar negeri. Membeli langsung dari luar negeri pun minim dilakukan fans tanah air karena tak terbiasa dan kekhawatiran penipuan online.
Hal yang sama dirasakan Yudha Asmara. Penggagas distro Hooligans itu pernah mengalami kesulitan mendapatkan kaos unik bergenre sepak bola. "Dulu belanja online masih jarang. Untuk mendapatkan kaos, kadang harus menitip teman yang kebetulan pergi ke luar negeri. Dari situlah kepikiran, 'kenapa tidak memproduksi kaos sendiri'," tutur Yudha.
Pada 2007, mulailah Yudha mencoba membuat kaos bertemakan sepak bola sendiri. Demi menghemat ongkos pembuatan, dia terpaksa membuat langsung 4-5 lusin. Sisa kaos yang tak dipakai, dia coba jual di fans klub yang biasanya kerap mengadakan nonton bareng.
"Ternyata banyak juga teman-teman yang ingin punya kaos bola non-jersey. Dalam dua kali acara nobar, kaos produksi saya ludes," kenang Yudha. "Dari situlah, saya menyadari bahwa gairah fans dan potensi pasar yang besar dari kaos non-jersey."
Sadar bahwa untuk berbisnis tak boleh setengah-setengah, Yudha langsung banting stir. Dia mundur dari perusahaan tempatnya berkerja, meski posisinya saat itu sudah terbilang mapan. Per November 2007, Hooligans berdiri. "Modal awal sih pas-pasan, dari tabungan yang saya kumpulkan saat berkerja," lanjut dia.
Menurut Yudha, tantangan terberat dari menjalankan bisnis sendiri adalah proses start up. Menurut dia, rasa malas dan takut gagal kadang menyergap. Dia harus bisa memotivasi diri sendiri. Namun setelah berjalan, tantangan pun berganti terutama untuk menjaga kelanggengan produk. "Terpenting adalah menjaga optimisme," tegas jebolan Universitas Parahyangan itu.
Perlahan tapi pasti, Hooligans kini mulai dikenal publik. Penjualannya tidak lagi terbatas lokal Bandung dan Jakarta, tapi sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Berkat media sosial dan internet, penggemar sepak bola yang ingin mendapatkan produk Hooligans tinggal mengikuti via Twitter atau membuka situs resminya.
Bisnis yang dilakukan Hooligans mulai banyak ditiru. Seiring kemudahan berpromosi melalui media sosial, produsen kaos bertemakan sepak bola kian marak. Tapi, Yudha tak khawatir bisnisnya akan mengerucut. Sebaliknya, fenomena tersebut dilihat sebagai hal yang positif karena sepak bola
Yudha dan Hooligans tentu punya kiat-kiat tertentu untuk tetap menjaga kontinuitas produknya. "Harus open dan selalu update dengan berita dan kejadian-kejadian di sepak bola. Kadang dari situ ide muncul. Perhatikan pula tren fesyen global," papar Yudha soal kiat-kiatnya.
"Kami juga menggelar brainstorming secara berkala. Tak lupa memerhatikan masukan dan ide dari pelanggan via media sosial atau email. Itulah salah satu benefit dari menjaga relasi yang baik dengan pelanggan. Kami juga harus konsisten menjaga serta memperbaiki kualitas dan desain produk, terus berinovasi, dan menjaga relasi dengan pelanggan dan mitra kerja," tambah dia. "Secara internal, penting untuk mengelola cash flow dengan benar."
Selain itu, penting juga untuk melakukan positioning sehingga Hooligans bisa tampil berbeda dibandingkan produk sejenis. "Personifikasi brand kami adalah 'anak bola yang cinta bola tapi ngehek'," seloroh dia. "Kami coba aplikasikan brand personification itu ke dalam desain dan marketing activation."
Berawal dari keterbatasan, Yudha kini tak hanya memuaskan dirinya sendiri dengan kaos bertemakan sepak bola. Pun membuat pencinta sepak bola lain mendapatkan kepuasan serupa.