Banjir yang melanda sejumlah daerah di awal tahun 2014 ini diperkirakan telah merusak 400.000 hektare tanaman, termasuk padi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 250.000 hektare berada di Pulau Jawa. Dengan biaya tanam sekitar Rp3,2 juta per hektare, kerugian pertanian mencapai sekitar Rp1,2 triliun.
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan, Winarno Tohir di Surabaya (4/2) mengatakan, tanaman yang rusak akibat banjir itu baru memasuki masa tanam 2-7 minggu. Tanaman padi mati setelah terendam air dalam waktu kurang dari lima hari. “Sebagian besar tanaman yang rusak terutama berada di pantai utara Pulau Jawa, berbagai daerah mulai dari Kabupaten Lebak, Banten, hingga Pati, Jawa Tengah,” katanya.
Menurut Winarno, kerugian material Rp1,2 triliun dihitung berdasarkan biaya tanam yang mencakup benih, pupuk, dan tenaga kerja. Ia melanjutkan, pemerintah menyatakan akan membantu menyediakan sekitar 14.000 ton benih.
Bantuan benih diharapkan segera direalisasikan setelah banjir surut. Sebab, petani sudah dapat menyemai benih menjadi bibit. Persemaian paling cepat 15 hari, lalu baru dapat dimulai masa tanam. Dengan demikian, sawah yang rusak bisa terlambat masa panen hingga dua bulan.
Namun juga, distribusinya harus jelas. “Jangan sampai ada daerah yang tidak mendapatkan,” kata Winarno.
Sementara itu, akibat curah hujan yang tinggi di Sumatera Selatan, serangan hama wereng cokelat dan cendawan blast meningkatkan kerusakan ribuan hektare sawah pasang surut. Tak ayal panen petani pun anjlok hingga 40 persen.