Google, perusahaan Amerika Serikat yang bergerak di bidang jasa dan produk internet, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Pelanggaran itu karena menampilkan peta Indonesia yang tidak mengacu pada Informasi Geospasial Dasar yang dikeluarkan dan dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
UU Informasi Geospasial akan berlaku per 1 April 2014. Maka pelanggaran terhadap UU tersebut dapat digugat dan dikenai sanksi. Hal ini disampaikan Kepala BIG, Asep Karsidi di Jakarta, Rabu (12/2).
Sanksi akan dikenakan kepada siapa pun yang menyebarkan informasi geografis yang tak mengacu pada Informasi Geospasial Dasar, termasuk mengungkap lokasi strategis.
Asep mengakui, Google memiliki kecepatan tinggi dalam pencarian informasi karena memiliki mesin pencari serta server memadai. Namun Google seharusnya mengacu pada IGD sehingga menunjukkan lokasi akurat. Saat ini Google menggunakan peta yang didasari informasi geospasial dari komunitas di daerah.
Google dapat dipersalahkan karena peta hingga skala besar di Google Map menampilkan suatu lokasi hingga ke objek rumah dan jalan diperoleh dari komunitas awam. Tingkat akurasi peta yang dapat diakses siapa saja itu sangat rendah.
Objek strategis geografi seperti markas besar TNI dan gudang peluru dicantumkan dalam Google Map dan disebarluaskan ke seluruh dunia.
Menurut Asep, BIG akan mengundang Google untuk bekerja sama dalam penyebaran informasi geospasial berbasis IGD. Lembar peta Indonesia bisa ditutup dengan lembar peta IGD. “Google harus bekerja sama menyebarkan peta yang dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Ada tujuh lapisan informasi geospasial meliputi garis pantai, kontur batimetri, sungai dan badan air, jalan, bangunan umum, penamaan rupabumi atau toponimi, batas wilayah administrasi, tutupan lahan.