Delapan hari pasca-erupsi Gunung Kelud, konsentrasi abu vulkanik di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya masih tinggi, yaitu mencapai 1.082 mikrogram per meter kubik atau hampir tiga kali lipat dari ambang batas baku mutu udara ambien. Ini membahayakan kesehatan masyarakat.
Koordinator Tim Manajemen Bencana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sudibyakto, mengatakan, meski sedimen abu vulkanik di permukaan aspal ataupun tanah telah dibersihkan, kadar abu di udara sekitar DIY masih tinggi.
"Abu yang masih beterbangan di udara bersumber dari sisa-sisa material abu vulkanik yang menempel di pepohonan, atap rumah, dan bangunan," ujar dia, Jumat (21/2), di Kantor Pusat Studi Bencana UGM.
Tingginya kadar abu vulkanik menyebabkan peningkatan tajam suhu udara di sekitar DIY. Ini karena sifat abu vulkanik yang hidroskopis atau menyerap udara di udara sehingga udara menjadi kering dan suhu meningkat.
"Agar kualitas udara membaik, pembersihan abu vulkanik harus terus dilakukan dengan pengerukan dan penyemprotan air. Kucuran hujan lebat secara serentak di seluruh wilayah akan sangat membantu pembersihan abu," ujar Sudibyakto.
Pembersihan abu vulkanik di tiga candi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, juga terus dilakukan. Dari pembersihan lima hari terakhir di Candi Borobudur, Pawon, dan Mendut, volume abu vulkanik yang terkumpul mencapai 292 karung atau 8,76 meter kubik.
Haryadi, juru pelihara Candi Mendut, mengatakan, abu yang terkumpul dari candi terbilang cukup banyak dan berat. "Melihat kapasitas per karung, total abu yang terkumpul mencapai lebih dari 1 kuintal," kata dia.
Karena sebagian besar abu sudah dibersihkan, mulai Sabtu ini Candi Pawon dan Mendut dibuka lagi untuk kunjungan wisatawan. Sementara untuk Candi Borobudur, wisatawan baru bisa berkunjung ke halaman candi karena pembersihan abu baru 60 persen.
Sekalipun ditutup untuk kunjungan wisatawan, sejak Senin (17/2) hingga kemarin, banyak wisatawan masih tetap datang berkunjung ke Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Hujan
Kemarin sekitar pukul 12.00, hujan deras turun di DIY dan sekitarnya. Sebelumnya, dua kali terjadi hujan, tetapi tidak merata. Hujan mengurangi konsentrasi abu vulkanik di udara.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika DIY Tony Agus Wijaya menyatakan, meski tidak sederas pada Januari, hujan masih akan terjadi di DIY hingga akhir Februari.
Tingginya konsentrasi abu vulkanik di DIY sejak Kelud meletus menyebabkan banyak warga sakit. Kepala Dinas Kesehatan DIY RA Arida Oetami mengatakan, di lima kabupaten/kota di DIY tercatat ada 1.315 kasus infeksi saluran pernapasan akut, 165 kasus iritasi mata, 115 kasus faringitis, 88 kasus dermatitis, dan 67 kasus diare.
"Kepada seluruh masyarakat kami mengimbau agar minum air putih sebanyak-banyaknya agar tidak terjangkit penyakit. Minum air putih secara rutin akan menjadikan bulu-bulu getar atau silia di dalam tenggorokan terus bergerak sehingga bisa menghalau kotoran abu vulkanik yang akan masuk ke tubuh," kata Arida.