Tanda Mata Dari Warga Untuk Leluhur Pemadam Kebakaran Jakarta

By , Minggu, 2 Maret 2014 | 19:30 WIB

"Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919 – 1929"

Di dalam masa jang soeda soedaBahaja api djarang tertjegaHabis terbakar langgar dan roemaTidak memilih tinggi dan renda

Sepoeloeh tahoen sampai sekarangSemendjak brandweer datang menentangBahaja api moedah terlarangMendjadikan kita berhati girang

Tanda girang dan terima kassiKami semoea orang BetawiMenghoendjoekan pada hari jang iniTanda peringetan boekan sepertiBetawi, 1 Maart 1929Demikianlah, tiga bait puisi yang terukir dalam sebuah plakat yang kini tersimpan di Kantor Pemadam Kebakadan dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. Plakat tersebut dibuat ketika Brandweer Batavia merayakan ulang tahunnya yang kesepuluh pada 1929. Prasasti menunjukkan bahwa pemadam kebakaran kota telah terbentuk secara resmi pada 1919.

Mobil pemadam kebakaran Brandweer Batavia pada awal abad ke-20. (Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta)

Sejatinya soal kebakaran ini telah menjadi perhatian Residen Batavia sejak 1873. Pemerintah kota telah mengumumkan adanya peraturan tentang Dinas Pemadam Kebakaran untuk Kota Batavia dan sekitarnya.

Namun demikian, kebakaran dahsyat yang menghanguskan Kampung Kwitang, Jakarta Pusat pada 1913 telah membuktikan tak mampunya Batavia dalam hal penanggulangan bencana kebakaran. Beberapa kebijakan pun bergulir, salah satunya tentang pembagian urusan pemadam kebakaran, tim pemadam kebakaran sipil dan militer. Pada akhirnya Residen Batavia melakukan reorganisasi tim pemadam kebakaran dan mendirikan Kantor Brandweer Batavia di kawasan Gambir, Jalan Ketapang Nomor 71—kini Jalan K.H. Zainul Arifin.

Sebuah upacara di halaman depan Kantor Brandweer Batavia di Jalan Ketapang Nomor 71, kini Jalan Zainul Arifin. (Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta)

Batavia telah menjelma menjadi Jakarta, metropolitan dengan permukiman yang padat. Kini, setiap hari setidaknya dua hingga tiga kebakaran menghanguskan sudut-sudutnya. Dari data resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2011, jumlah hidran di Jakarta sangat jauh dari memadai. Terdapat hanya 1.424 unit hidran dari jumlah ideal 20 ribu unit. Dari jumlah hidran yang ada hampir separuhnya rusak. Bahkan dari hidran yang masih berkondisi baik, petugas pemadam tak bisa menjamin kelancaran airnya.

Akhirnya, di kota ini para petugas pemadam kebakaran kerap mendapat cacian warga—atas alasan terlambat atau sulitnya mendapat pasokan air. Namun, banyak pula warga yang menyanjungnya sebagai pahlawan metropolitan—yang terlupakan oleh hiruk-pikuknya kehidupan.