Para Budak Membentuk Tradisi Boga Amerika

By , Jumat, 7 Maret 2014 | 16:03 WIB
()

Tumbuh di Sapelo Island, Georgia, Cornelia Walker Bailey tak pernah berpikir bahwa kacang polong merah itu sesuatu yang istimewa.

Sapelo, sebuah pulau penghalang seukuran Manhattan, memiliki sekitar 50 warga, terutama keturunan budak Afrika yang menetap di sini setelah perbudakan dilarang. Dalam keluarga Bailey, kacang polong merah kecil, dengan cangkang tipis kuat, daging lembut dan manis bercita rasa mentega, hanya makanan pokok lain yang ia dan keluarganya tanam, panen, serta masak.

Kacang merah ini, yang berasal dari Afrika dan merupakan bahan asli dalam hidangan Hoppin' John klasik, hanyalah salah satu dari banyak tanaman warisan dari benua Afrika yang menerima perhatian baru dari petani, koki, ilmuwan, dan sejarawan makanan. Semakin banyak peneliti (banyak dari mereka keturunan Afrika-Amerika) yang mengangkat cara budak dan keturunan mereka yang tak pernah dihargai telah membentuk bagaimana orang Amerika makan.

Hoppin' John adalah hidangan berupa nasi dan kacang polong yang disajikan di Amerika Serikat bagian selatan. Diracik dari kacang polong hitam dan nasi, bawang bombay cincang, irisan bacon, dibubuhi sedikit garam.

Kacang merah adalah hubungan yang nyata dengan nenek moyang di Afrika, dan salah satu alasan mengapa ia mulai menanam tanaman pangan ini secara komersial.

"Para pemilik (majikan) budak mengusahakan mendapatkan benih yang biasa dimakan para budak, karena mereka tidak terbiasa dengan makanan yang didapatkan di Amerika. Dengan demikian para budak bisa menanam untuk diri mereka sendiri," kata Bailey, yang telah merekrut para petani lokal lainnya untuk menanam tanaman musim semi ini.

David Shields, seorang profesor di University of South Carolina di Columbia sekaligus ahli kesusastraan Amerika awal dan kebangunan makanan rohani, menunjuk Emeline Jones sebagai contoh.

Jones ialah seorang budak dari pembantu rumah tangga dan naik ke puncak dunia kuliner Amerika dengan hidangan lengkapnya yang mewah. Dia memperoleh kekaguman dan tawaran pekerjaan dari Presiden Garfield, Arthur, dan Cleveland, yang mencicipi makanannya yang luar biasa: terrapin and canvasback duck (kura-kura air tawar dan bebek spesies Aythya valisineria), salad kepiting dan tiram Lynnhaven, kue dan bubur jagung manis yang luar biasa, yang dihidangkan ketika Jones bekerja sebagai koki di sejumlah klub malam di New York klub pada 1870-an. Kisahnya mungkin telah dilupakan jika Shields tidak menggali kembali melalui artikel dan berita dukacita untuk mengisahkan kembali hidupnya.

Sebuah ilustrasi menggambarkan budak sedang memanen di perkebunan tebu di New Orleans, 1870. Ilustrasi: Koleksi Getty Images

Ketika mengerjakan tesis S2-nya, Cromwell membenamkankan dirinya dalam dokumen. Akhirnya dia mampu membedakan bahwa budak Nigeria Muslim perempuan  bekerja sebagai penjual buah dan pedagang pasar atas nama pemiliknya, membantu membentuk tatanan ekonomi secara keseluruhan dari Amerika Selatan dengan penetapan harga jarak jauh dan teknik penjualan yang agresif.

"Saya mencoba untuk mengajarkan pada murid-murid saya, kulit hitam dan kulit putih, sesuatu yang berbeda dari sejarah tentang perbudakan," ungkap Alicia Cromwell, yang masih meneliti subjek budak di University of South Carolina. "Jika kita ingin memahami hubungan saat ini maka kita harus kembali ke masa lalu yang sangat tidak nyaman itu."

"Sangat penting untuk melanjutkan perbincangan ini, tentang siapa yang membawa apa ke Amerika dan mengapa kita memakan apa yang kita makan," katanya.

Bailey, kembali ke Sapelo, sependapat. "Semua orang perlu untuk tetap berhubungan dengan nenek moyang mereka, dan melalui makanan adalah salah satu cara terbaik untuk menjadi dekat," katanya. "Mereka bisa saja kembali 300 tahun yang lalu, tetapi untuk mengatakan, bahwa buyutnya kakek buyut saya terbiasa memasak ini dan memanfaatkan tanaman itu—memberikan rasa yang sangat nyaman.”

Jadi, jangan melupakan sumbangan budak terhadap tradisi kuliner Amerika.