Selamatkan Hutan dari Kehancuran, demi Masa Depan!

By , Rabu, 5 Maret 2014 | 18:04 WIB
()

Sebagai upaya penyebaran informasi dan edukasi mengenainya pentingnya kelestarian hutan Indonesia, dan persiapan dalam memilih pemimpin politik yang peduli lingkungan hidup di Pemilu 2014, Yayasan Perspektif Baru (YPB) menggagas program Seminar Hijau di beberapa kampus di kota besar di Indonesia.

Dalam seminar yang diadakan di Universitas Atma Jaya, Jakarta (27/2), dihadirkan sebagai pembicara Kepala Badan Pengelola REDD+ Heru Prasetyo, Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan, serta Wimar Witoelar.

Mengawali acara, Wimar Witoelar selaku Pendiri YPB, mengatakan, kalau hutan tidak diselamatkan, masa depan tidak jelas. "Tanpa hutan, belum tentu ada kota Jakarta lagi. Banjir, bencana-bencana perubahan iklim, kekacauan terjadi, manusia [bisa] punah," ujarnya.

Di akhir sambutannya Wimar berpesan, "Jaga hutan. Caranya? Dengan kita sendiri tidak merusak. Dan minta pemerintah menjaga hutan. Tunjuk orang yang sadar akan arti hutan, minimal mengerti persoalan degradasi hutan."

Berdasarkan penjelasan dari Heru Prasetyo, pada 2020, target mereduksi emisi 88%-nya dari hutan dan gambut diharapkan bisa terwujud. "Saya tantang kita berani lakukan perubahan sehingga Kalimatan tidak telanjang. Saat ini luas hutan Indonesia yang raib sekitar 32 juta hektare. Kita telah menuju zaman padang pasir."

Heru pun mengungkap, "Rate of forest loss: itu dalam dua hari bisa 1 Manhattan habis. Tiap 1 detik seluas lapangan tenis. Sedangkan di dalam hutan ada biodiversitas dan masyarakat adat."

"Mungkin saya kedengaran marah," imbuhnya, "Karena saya memang kesal dengan keadaan di Indonesia. Data menyatakan yang hutan lebat utuh—tapi sebetulnya rusak— adalah seluas 15 juta ha. Hutan rusak dikatakan masih utuh 26 juta ha, bayangkan!"

Heru Prasetyo dalam seminar bertemakan Suara Anda Menentukan Kelestarian Hutan Indonesia, di Universitas Atma Jaya, Jakarta (27/2).

"Another problem, you have forest without border. Kita berharap hutan ada batas-batasnya, tapi di hutan Indonesia itu 12 persen saja yang sudah ada batas. Sisanya hutan terbuka," kata Heru.

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi, mengatakan bencana ekologis dan permasalahan lingkungan yang terjadi sekarang bisa diatasi dengan partipasi dari generasi muda. "Kita harus bekerja menjawab masalah ini bersama, karena pada akhirnya generasi-generasi baru juga akan menangani krisis ini."

Hutan adalah penyeimbang untuk karbon di udara (karbon akan terserap ke hutan). Hutan Indonesia merupakan ketiga terbesar dunia, memiliki fungsi ekologis yang sangat signifikan. Namun hutan Indonesia menghadapi persoalan besar penggundulan dan pengrusakan hutan, yang dilaporkan meningkat tajam dalam 12 tahun terakhir.

Baca juga dalam feature: Jejak Hutan di Tanah Rakyat