Januari tahun lalu, sensor GPS di bumi melihat elektron di bagian atas atmosfer membuat sulur berisi elektron yang terus memadat dan kemudian beranjak meninggalkan kutub utara. Sensor mengindikasikan, gelombang plasma tersebut bergerak ke arah matahari.Di saat yang sama, tiga pesawat ruang angkasa THEMIS milik NASA yang didesain untuk mempelajari badai matahari melintasi medan magnet bumi. Pesawat-pesawat itu melihat peningkatan jumlah elektron hingga 100 kali lipat yang kemungkinan merupakan hasil dari aktivitas tersebut."Untuk pertamakali, kita memonitor siklus pergerakan plasma dari atmosfer ke perbatasan medan magnet bumi dan matahari," kata Brian Walsh, peneliti dari Goddard Space Flight Center, NASA. "Ia bergerak ke sana dan melindungi kita dari hantaman badai matahari," ucapnya.Joe Borovsky, peneliti yang tidak terlibat pada studi menyebutkan, temuan ini mengubah pemahaman kita tentang cara kerja sistem pertahanan bumi. "Ternyata bumi tidak berdiam diri dan menerima apapun yang dilontarkan badai matahari ke arahnya. Ia mengirimkan perlawanan," ucapnya.Namun, tidak seluruh badai surya memicu bumi mengirimkan plasma. Artinya, pengamatan darat menjadi sangat vital untuk memahami fenomena ini."Untuk mengukur dengan pesawat ruang angkasa, kita harus menempatkan mereka di posisi dan waktu yang tepat. Tetapi stasiun pemantau di darat bisa langsung mengukur hal ini," kata Walsh. "Kita ingin tahu kapan bumi memutuskan untuk melindungi kita. Dengan memanfaatkan perangkat ini, kita akan mencari jawabannya," sebut Walsh.