Kontrol Hipertensi? Kurangi Konsumsi Garam

By , Senin, 10 Maret 2014 | 18:00 WIB

Sampai saat ini hipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, prevalensi hipertensi 26,5 persen dari jumlah penduduk. Sebagaimana diketahui, hipertensi merupakan faktor risiko utama kerusakan organ, timbulnya komplikasi stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal.

Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang juga anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Hipertensi Indonesia, Arieska Ann Soenarta, salah satu faktor yang berpengaruh ke hipertensi adalah garam. Dia mengingatkan, sodium tak hanya berbentuk garam, melainkan juga terdapat dalam kecap dan sambal yang kerap jadi pendamping makanan.

"Harus ada cara untuk mengurangi asupan garam. Lebih baik makan sayuran rebus dan buah-buahan, serta hindari berbagai makanan siap saji," katanya.

Guru Besar llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suhardjono menambahkan, pembatasan konsumsi garam dapur dilakukan untuk mencapai target tekanan darah normal, yakni 120/80 mmHg.

Untuk orang dengan hipertensi tingkat I, yakni 140/90 mmHg, pembatasan konsumsi garam sebanyak satu sendok teh (atau tidak lebih dari 6 gram) sehari dapat menurunkan tekanan darah jadi 134,6/87,2 mmHg, yang berarti tergolong normal tinggi.

Ini menunjukkan bahwa dengan membatasi asupan garam dapat diturunkan tekanan darah saat sistolik (otot jantung berkontraksi): 5,4 mmHg. Sementara saat diastolik (otot jantung relaksasi): 2,8 mmHg.

Suhardjono juga mengatakan, mengubah gaya hidup menjadi hal mendasar dalam mengontrol tekanan darah tinggi. Sebab konsumsi alkohol dan rokok termasuk pula faktor penyebab hipertensi.

Hipertensi sebenarnya bisa dicegah kalau terdeteksi sejak dini. Selain mengubah gaya hidup, masyarakat juga perlu dididik untuk tahu status tekanan darahnya. 

Hipertensi tidak memiliki gejala spesifik, karena itu sering terlambat dideteksi. "Periksakan tekanan darah sekarang juga, sebelum muncul keluhan pusing dan lain-lain. Terutama bagi yang berpotensi hipertensi karena warisan genetik dari orangtuanya," ungkap Suhardjono.