Asap dari Riau menyebar merata ke wilayah provinsi-provinsi di dekatnya, seperti Jambi dan Sumatra Barat. Asap tebal hasil pembakaran hutan dan lahan di Riau sebenarnya selalu berulang dari tahun ke tahun.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB melansir lewat akunnya di Twitter, hari Jumat (14/3) ini:
Solusi total pembakaran lahan dan hutan di Riau adalah penegakan hukum. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil (di Kabupaten Bengkalis) sebagai kawasan konservasi dunia telah dirambah dan rusak akibat illegal logging yang masif.
Sementara itu kualitas udara di Provinsi Riau terus memburuk. Menurut pengamatan Tribun Pekanbaru, sampai hari ini situasi belum juga berubah. Kabut asap membuat jarak pandang turun hingga 100 meter saja. Kualitas udara dinyatakan berbahaya untuk warga. Jumlah penderita infeksi saluran pernapasan (ISPA) terus meningkat.
Secara swadaya, para warga di Kota Pekanbaru mengungsikan kerabat dan keluarga yang tergolong ibu hamil, bayi, balita, dan orang sakit. Sebagian besar menggunakan jalan darat untuk evakuasi. Pasalnya, sejumlah penerbangan terpaksa distop dari tanggal 13 hingga 15 Maret, bahkan mungkin penutupan diperpanjang tergantung situasi.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah pusat dan daerah akan all out dalam menangani kabut asap di Riau.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejak kemarin malam (13/3), menginstruksikan kembali para menteri terkait dan pemerintah daerah agar segera melakukan operasi tanggap darurat untuk mengatasi kabut asap di wilayah Riau akibat pembakaran lahan.
Melalui @SBYudhoyono, Presiden SBY mengatakan, sebenarnya pemerintah pusat dan daerah, khususnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta TNI dan Polri, telah berusaha mengatasi bencana itu. Namun, ia mengakui bahwa hasilnya belum memuaskan.
"Saya ingin para pejabat daerah di Riau berdiri paling depan untuk cegah dan tangani asap ini. Mengapa terus terjadi rakyat jadi korban."
Lihat: Derita di Tengah Kabut Asap