Uji Kompetensi Generasi Pembela Bumi

By , Senin, 6 Januari 2014 | 18:52 WIB
()

Finalis Toyota Eco Youth 2013 Green Geoneration telah terpilih. Dewan juri telah memilih sebanyak 20 finalis yang terdiri atas 20 proposal, 19 tim, dan 17 sekolah menengah atas dan kejuruan yang tersebar di seluruh Indonesia, seperti Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Balikpapan. Pada akhir Desember, para finalis telah mempresentasikan proposal yang telah disusun itu di hadapan dewan juri. Dan, uji kompetensi remaja Indonesia pun dimulai.

"Sejauh yang sudah saya lihat dan baca, para finalis ini sudah think globally act locally," kata Jatna Supriatna, dewan pakar majalah National Geographic Indonesia ini, sekaligus salah seorang juri kompetisi. Jatna berpendapat bahwa sudah memiliki kejelian dan realistis terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya. Contohnya, mengolah dari sesuatu yang awalnya dianggap tidak berguna menjadi sesuatu yang berguna dan memiliki nilai ekonomis. "Solusi dan ide yang disampaikan menjadi pencapaian yang bagus untuk anak-anak tingkat SMA dan sederajat."

Jatna Supriatna, salah seorang dewan juri dan dewan pakar National Geographic Indonesia saat memberikan pembekalan bagi finalis 8th Toyota Eco Youth Green Geoneration 2013

Dengan diadakannya kompetisi, Jatna mempunyai harapan yang besar agar kepedulian dan cinta lingkungan menjadi tren di generasi muda. Jatna berharap bermula dari para finalis ini yang akan menjadi agent of change dan memberikan pengaruh mereka kepada lingkungan sekitarnya.

Tokoh pendidik Indonesia, yang juga menjadi juri dalam kompetisi, Arief Rahman, mengaku sangat antusias dan senang dengan nalar yang ditunjukkan oleh para finalis pada sesi presentasi. Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir para finalis sudah memiliki konsep berpikir ilmiah yang biasa ditemui pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. "Saya berharap ini menjadi awal tumbuhnya masyarakat yang terpelajar dan beradab di Indonesia."

Konsep berpikir ilmiah menurutnya memiliki tahapan-tahapan yang jelas, seperti berpikir baik serta matang dari segi induktif dan deduktifnya. Lalu, analisis yang dikembangkan pun harus melalui proses yang panjang. Selain itu, penyelesaian dan rekomendasi masalahnya harus realistis. "Kedepannya Indonesia tidak bisa lagi bertumpu pada sumber daya alam, melainkan berpindah ke sumber daya manusia," kata Arief.

Selain diperlukannya solusi ilmiah dari sumber daya manusia, nilai kemanusiaan juga dirasa penting adanya. Penyelesaian masalah nggak hanya seputar bagaimana menyelesaikan masalah yang ada, tapi juga memberikan nilai yang dituangkan pada sikap manusia itu sendiri. Nilai-nilai kemanusiaan yang memang harus dikembangkan dan ditanamankan, seperti melestarikan hidup bersih atau teratur. Terlebih lagi, bagi generasi muda yang akan membangun bangsa pada masa depan. "Hingga generasi muda mempunyai pikiran seperti, bagaimana kelangsungan hidup yang akan datang, kalau saya tidak melakukan ini sekarang," pungkas Arief dengan lugas.

Setelah kedua puluh finalis melakukan presentasi atas rencana ide yang akan diimpelmentasikan dalam tiga bulan ke depan, Arief dan Jatna secara bergantian memberikan pandangan dan motivasi bagi peserta serta guru pembimbing. Tentu saja, sesi ini menjadi sangat menarik karena kedua pakar di bidangnya ini memaparkan bagaimana menjadi pribadi dan generasi yang bermanfaat dan sumber daya alam Indonesia yang sangat besar.

Kini, para finalis dan guru pembimbing telah kembali ke sekolah masing-masing. Mereka tengah mengimplementasikan ide yang telah mereka paparkan. Hasil akhirnya, para finalis akan mendapatkan penilaian puncak pada April mendatang. Mereka akan memperebutkan total hadiah sebesar 460 juta rupiah. Kategori pemenang tidak hanya menyematkan juara satu, dua, dan tiga, tetapi juga ada best photo documentary, best final report presentation, dan best progress yang masing-masing pemenang kategori tersebut akan mendapatkan hadiah sebesar lima juta rupiah. Tentu bukanlah menang-kalah yang menjadi sasaran utama, kompetisi ingin menyampaikan pesan bahwa sikap peduli itu dapat dimulai dari individu di sekolah kepada lingkungan sekitarnya. Dan, pastinya, nilai-nilai terus bergulir hingga generasi mendatang.