Energi Bersih dan Murah Itu Mungkin

By , Selasa, 18 Maret 2014 | 12:00 WIB

Kita sering berpikir harus memilih dalam penggunaan energi: energi yang bersih atau murah?

Di negara Jerman, beberapa subsidi yang akan mendukung program energi terbarukan ambisius terpaksa dipotong karena kekhawatiran tentang biaya.

Di Inggris, isu ini meruap dan menjadi sebuah agenda politik prioritas, saat tahun lalu pemimpin oposisi Ed Miliband berjanji untuk membebaskan tagihan energi selama 15 bulan jika terpilih pada pemilihan umum 2015.

Fokus terhadap biaya energi tentunya tidak mengherankan. Memberantas polusi karbon dengan menggantikan batubara dan gas ke sumber-sumber yang lebih low-carbon —tenaga angin, nuklir— butuh biaya mahal.

Namun, pendekatan baru energi bersih tetapi terjangkau, kini dimungkinkan karena adanya inovasi demi inovasi teknologi. Seperti bisa dilakukan dengan membeli perabot rumah tangga yang berefisiensi tinggi.

Salah satu contoh yang lain, perusahaan Nest di Palo Alto, California, Amerika Serikat, mendesain kebijakan energi yang menarik yaitu menawarkan insentif kepada konsumen untuk mematikan pendingin udara secara otomatis.

Terdapat keuntungan ganda: pertama bagi konsumen, lebih sedikit energi akan mengurangi tagihan listrik; lantas jika konsumen secara massal mengurangi penggunaan energi, bagi perusahaan pun akan lebih sedikit pembangkit listrik yang perlu dibangun.

Nest telah diakusisi Google pada bulan Januari.

Ke depannya, kita dapat berharap melihat kebijakan energi bersih tanpa perlu diributkan soal biaya.

-- Jangan lewatkan edisi terbaru NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA April 2014 yang membahas mengenai batu bara bersih