Bagaikan sebutir kismis yang mengitari Matahari, si planet terkecil di Tata Surya—Merkurius mengerut dan mengerisut.
Diameter planet ini sekarang lebih kecil sekitar 8,6 mil (14 kilometer) daripada saat pertama kali ditemukan 4 miliar tahun lalu.
Planet ini mengalami perampingan akibat pendinginan. Gambar dari wahana antariksa NASA, Messenger, yang mengorbit Merkurius sejak 2011 lalu telah menangkap sebagian gambar-gambar, yang antara lain memperlihatkan ketika satu lempeng batuan melengkung, dan susut, di planet tersebut.
Paul Byrne, ahli geologi planet Carnegie Institution di Washington, D.C., juga penulis utama dalam studi yang dipublikasikan di Nature Geoscience, mengatakan Merkurius merupakan anomali. "Ia kelihatannya menyusut lebih dalam dari ukuran bulan atau bahkan Mars," ujar Byrne.
Semua planet mendingin dan menumpahkan panas dalam derajat bervariasi. Merkurius, sebagai yang terdekat dengan Matahari memiliki proses yang lebih kompleks. Apalagi lanskap Merkurius sendiri sudah sangat dramatis, berupa kawah-kawah bercorak rumit, membentuk tebing yang bisa mencapai ketinggian 2 mil (setinggi Gunung St. Helens), dan dikelilingi punggungan bukit yang berbaris sampai sepanjang 1,050 mil (dua kali panjang Florida).
Adalah gempa-gempa di Merkurius yang mengukir lanskap, dan dikatakan proses ini mungkin masih terus terjadi.
Kata William McKinnon, seorang profesor di Department of Earth and Planetary Sciences, Washington University di St Louis, "Jika saja kita bisa memasang seismometer pada Merkurius, kita mungkin bisa mendengarkan pergerakan masif itu, tapi Matahari akan memanggangnya."
Suhu di daratan Merkurius bisa sampai 430 derajat Celcius, pengamatan dilakukan lewat wahana antariksa.
Bila potret sudah lebih lengkap, peneliti bisa mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan lanjutan: apa sebab planet menyusut sangat banyak, kapan kerutannya dimulai, seaktif apa aktivitas gempa, seberapa cepat kontraksi terjadi.