Kota Kuno Petra Dibangun Sejajar Matahari (2)

By , Rabu, 19 Maret 2014 | 07:20 WIB

Juan Antonio Belmonte, astronom purbakala dari Institute of Astrophysics of the Canary Islands (IAC)  dan rekan-rekannya mengukur arah ruang monumen besar, kuil, dan makam keramat dan membandingkan pengukuran dengan bagaimana tatanan Petra selaras dengan kedudukan Matahari di cakrawala.

Karena kedudukan yang berubah sangat lambat dari waktu ke waktu, jumlah perubahan antara abad 1 SM dan hari ini, kecil. Jadi yang Belmonte dan timnya lihat sangat dekat dengan yang telah diamati bangsa Nabatea.

Hasil penelitian mereka menunjukkan, bahwa selama waktu tertentu dalam setahun, seperti titik balik Matahari musim dingin, Matahari akan menyorot atau selarasdengan beberapa bangunan yang paling penting di kota ini.

Meskipun tim mengandalkan statistik untuk memastikan arah Matahari dengan monumen, bangsa Nabatea tidak perlu harus mengetahui struktur secara matematis. Mereka bisa membangun sejajar dengan Matahari hanya dengan mengamati Matahari terbit dan terbenam selama waktu-waktu penting setahun.

Salah satu penemuan Belmonte yang paling menarik adalah terkait dengan titik balik Matahari musim dingin. Bangsa Nabatea mungkin percaya ada hubungannya dengan kelahiran dewa utama mereka, Dushara.

Selama titik balik Matahari musim dingin di Petra, Matahari terbenam menciptakan pendar cahaya dan bayangan di sekitar altar suci di dalam monumen yang dikenal sebagai Ad Deir, atau Biara, tempat bangsa Nabatea mungkin mengadakan perayaan keagamaan.

"Ini hal yang sama seperti terlihat di gereja-gereja umat Kristiani ketika sinar Matahari menerangi altar istimewa," kata Belmonte.

Fakta bahwa terpaan sinar ini hanya terjadi seminggu sebelum dan seminggu setelah titik balik Matahari musim dingin menunjukkan, bahwa "kesejajaran terlambang dengan Matahari terbenam di titik balik Matahari musim dingin itu masuk akal."

"Ini menunjukkan kita tidak melihat sebuah observatorium kuno, tetapi arsitektur yang sebagian dihidupkan dan dikuduskan oleh langit," kata Krupp.

Penelitian ini mengacu pada "tradisi menggunakan statistik untuk menentukan arah astronomi," kata astronom dan antropolog Anthony F Aveni. "Analisis dan pengukurannya pas," ungkap profesor di Colgate University di Hamilton, New York ini.