Dunia Bermain Bebas Kehilangan Tempat

By , Kamis, 20 Maret 2014 | 09:00 WIB

 “Lebih dari 100 anak tiap hari memadati jembatan baru Tomang yang mendekati rampung dan masih tertutup untuk lalu-lintas umum. Karena tempatnya yang ‘aduhai’dan barangkali kekurangan tempat bermain yang layak, anak-anak yang tinggal di sekitarnya memanfaatkannya sebagai tempat rekreasi murah. Mereka bermain bola dan ada yang menggunakan jalan licin itu untuk meluncurkan ‘go-kart’ buatan sendiri yang terdiri dari sebilah papan diberi roda empat.

“Jembatan Tomang yang dinilai termegah dan termahal (Rp 2,6 miliar) sebenarnya akan diresmikan Presiden, 11 Maret lalu. Tapi karena beberapa bagian belum rampung, peresmiannya diundur ke 21 April. Jembatan terpanjang di Indonesia, 280m, lebar 26m dan terdiri dari enam jalur menghubungkan daerah Petojo dan Tomang melintasi Banjir Kanal. Tambahan jembatan di ibu kota diharapkan kemacetan lalu-lintas bisa dikurangi.” Demikian berita foto karya Kartono Ryadi (almarhum) yang dimuat di harian KOMPAS, 21 April 1977.  

Lebih dari 20 tahun kemudian, anak-anak Jakarta ditawari bermain di pusat perbelanjaan mewah. Yang termasuk populer adalah Kidzania di Pacific Place, Kawasan Niaga Sudirman, Jakarta Selatan. Tiruan sebuah kota untuk ukuran anak-anak 2-16 tahun lengkap dengan jalan raya, bangunan dan  berbagai kendaran yang berjalan di sekeliling kota. Mereka bermain peran lebih dari 100 profesi orang dewasa -- dokter, pilot, pekerja konstruksi, detektif swasta, arkeolog, pembalap F1 – dan mendapat upah dengan kidzos, mata uang khusus Kidzania. Menghibur dan mendidik walau orangtua mesti merogoh kocek dalam –dalam.

Warga Jakarta sesungguhnya membutuhkan taman-taman kota yang terbuka dan murah – bisa dimasuki warga tanpa tiket tanda masuk.