Bab Baru dalam Penelusuran Masa Lalu Alam Semesta

By , Rabu, 19 Maret 2014 | 10:08 WIB
()

Hampir 14 miliar tahun lalu, di alam semesta dini—ketika Dentuman Besar baru saja terjadi, alam semesta kemudian mengalami pengembangan secara eksponensial yang kita sebut inflasi. Pengembangan yang sangat cepat, bahkan lebih cepat dari satu kedipan mata. Hanya terjadi dalam waktu kurang dari satu detik.

Teori ini sudah lama diyakini oleh para kosmolog sebagai bagian mengapa alam semesta bisa memuai dengan cepat sampai pada kondisi sekarang. Berbagai model inflasi dibuat untuk mendukung teori tersebut. Tapi semua itu hanya menjadi sebuah teori. Bagaimana membuktikannya?

Menelusuri masa lalu alam semesta bukan hal mudah. Apalagi untuk melihat ke masa awal alam semesta itu sendiri. Pencarian itu berbuah hasil yang menggemparkan dunia.

Bukti bahwa inflasi yang menyebabkan alam semesta memuai 100 triliun triliun (1026) kali dalam sekejap, berhasil ditemukan.

Dengan menggunakan teleskop radio di Kutub Selatan, tim astronom berhasil mendeteksi keberadaan bukti pertama dari gelombang gravitasi purba, riak di angkasa yang ditimbulkan oleh inflasi yang terjadi 13,8 miliar tahun lampau saat alam semesta pertama kali memuai.

Riak tersebut tampak sampai 380 000 tahun kemudian ketika bintang masih belum terbentuk dan materi masih tersebar di angkasa sebagai kaldu plasma. Citra pada gelombang cosmic microwave background memperlihatkan cahaya yang diradiasi dari plasma putih panas mengalami pendinginan menjadi energi gelombang mikro setelah pemuaian kosmik beberapa milyar tahun.

Keberadaan gelombang gravitasi di awal alam semesta yang diprediksi Einstein di tahun 1916 dalam relativitas umum memang benar ada, dan kehadirannya menjadi bukti kosmologi yang sangat signifikan bagi model inflasi yang diperkenalkan oleh Alan Guth dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, di tahun 1980. Alam semesta mengambang dalam laju eksponensial setelah terjadinya Dentuman Besar —dari skala sub atomik menjadi sebesar lapangan bola.

Model inflasi juga menjadi solusi mengapa alam semesta yang teramati memiliki keseragaman di semua arah. Tak dipungkiri bahwa teori yang ada terbukti konsisten dengan data kosmologi yang dikumpulkan sampai saat ini. 

Para kosmolog menyadari bahwa inflasi memiliki tanda yang berbeda. Periode pengembangan alam semesta yang super singkat dan juga kejam tersebut diyakini akan menciptakan gelombang gravitasi yang memampatkan ruang di satu sisi, tapi sekaligus meregangkan atau membentangkannya di sisi lain.  Meskipun gelombang primordial ini akan tersebar di seluruh alam semesta tapi terlalu lemah untuk bisa dideteksi secara langsung.

Gelombang tersebut  akan menyisakan tanda khusus di CMB berupa lengkungan pada polarisasi radiasi dalam pola vorteks atau pusaran yang dikenal dengan nama tipe-B.

Polarisasi tipe-B pertama kali dideteksi oleh South Pole Telescope di Antartika. Akan tetapi, sinyal yang diperoleh memiliki skala sudut kurang dari satu derajat (sekitar dua kali ukuran penampakan sudut bulan). Sinyal tersebut kemudian dikaitkan dengan kelengkungan pada angkasa yang ditimbulkan galaksi latar depan saat dilalui perjalanan CMB. Untuk sinyal dari gelombang gravitasi yang dicari, puncaknya akan memiliki skala sudut antara satu sampai dengan lima derajat.

 

Dan gelombang gravitasi inilah yang dilihat John Kovac dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics di Cambridge, Massachusetts. Bukti terjadinya inflasi berhasil dideteksi dengan instrumen Background Imaging of Cosmic Extragalactic Polarization 2 (BICEP2) di Kutub Selatan.

Perjalanan untuk menelusuri dan menyingkapkan jejak masa lalu alam semesta masih menjadi perjalanan panjang bagi manusia. Yang pasti setiap cerita yang diungkap akan memberikan kisah luar biasa.