Belantara Kalimantan merupakan habitat utama bagi sejumlah spesies flora dan fauna — banyak di antaranya sangat langka, endemik, dan belum teridentifikasi.
Pulau Borneo sendiri, yang merupakan salah satu pusat biodiversitas terpenting di dunia, telah menjadi magnet bagi para peneliti selama 150 tahun lebih. Selain penelitian sepanjang 150 tahun, beberapa penemuan yang terakhir saja akan mampu menyibukkan ahli taksonomi mengklasifikan berbagai jenis spesies baru sampai berpuluh tahun ke depan.
Ingat, penemuan teori evolusi seleksi alam A. R. Wallace terinspirasi dari rangkaian perjalanannya di Borneo pada 1854-1862. (Baca di sini)
Laporan WWF-Indonesia (Jakarta, 2008) bertajuk "Dunia yang Hilang Borneo" mengungkap bahwa hanya ada satu tempat tersisa di Asia Tenggara —yang hutannya habis dengan cepat di bawah tekanan manusia— di mana hutan masih dapat dilestarikan dalam skala raksasa.
Lokasi itu terhampar pada dataran tinggi, wilayah pedalaman yang relatif sulit terjangkau, di lintas batas antara Indonesia, Malaysia, dan sebagian Brunei.
Hutan perbatasan yang dinamakan HEART OF BORNEO ini masa depannya sangat bergantung pada kerja sama antarnegara. Untuk keberhasilan konservasi hutan hujan, keutuhan kawasan hutan yang luas (tercatat seluas 220.000 kilometer persegi) perlu dipertahankan, tidak bisa bila hutan tersebut dipecah-pecah.
Hilangnya jantung Kalimantan akan menjadi tragedi luas untuk seluruh dunia. Sebab akan disusul kepunahan luar biasa banyak spesies di Kalimantan, sebelum sempat dikenal dunia.
"Biologi konservasi telah memberikan bukti kuat bahwa berbagai kelompok hewan dan tumbuhan sangat dirugikan akibat kerusakan atau pecahnya keutuhan hutan, yang dapat disebabkan oleh kegiatan-kegiatan pembalakan, perladangan tebang-bakar, dan pembuatan jalan dalam hutan," lansir WWF dalam kesimpulan laporan tersebut.
Inisiatif menyelamatkan jantung Kalimantan sudah digalang sejak beberapa tahun belakangan. Tiga negara: Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, yang menempati pulau ini didorong untuk meluncurkan kesepakatan bersama dalam pengelolaan konservasi lintas batas.
Dengan demikian, kawasan dataran tinggi di wilayah ini, yang menjadi sumber air bagi wilayah di bawahnya, dapat terjaga keberlanjutan manfaatnya di masa depan.
Ikatan dengan hutan
Dalam The Human Heart of Borneo —sebuah buku yang diluncurkan 2012 lalu— Anye Apui, Ketua Adat Hulu Bahau di Kalimantan Timur menulis, terdapat ikatan yang sangat dalam dari identitas masyarakat Dayak terhadap hutannya.
Dia membagi cerita suku Dayak yang dapat hidup berkelanjutan di hutan Kalimantan karena mereka tidak menganggap diri pemilik tanah itu, melainkan penjaga. "Saya akan melindungi hutan di daerah saya, karena hutan bagi masyarakat Dayak bermakna kehidupan."