Beban Citarum: Erosi di Hulu, Sedimentasi di Hilir

By , Senin, 24 Maret 2014 | 18:16 WIB

Dengan panjang sekitar 297 kilometer, Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat.

Sedimentasi yang terjadi di Sungai Citarum dipengaruhi oleh proses terjadinya erosi terutama di daerah hulu. Erosi pada tebing sungai umumnya pada tebing busur luar tikungan yang selalu dihantam oleh kekuatan arus air sungai.

Pada daerah lanjutan proses erosi ini kemudian membentuk meander. Perubahan alur sungai juga disebabkan oleh kegiatan pelurusan sungai yang dikenal dengan normalisasi sungai. Normalisasi di Sungai Citarum juga telah meninggalkan kelokan-kelokan sunai yang dikenal dengan istilah sungai mati atau Oxbow.

Sedangkan di kawasan hilir, bergabungnya anak-anak Sungai Citarum menyebabkan kapasitas aliran meningkat sehingga terjadi limpasan di kawasan hilir. Kondisi ini diperparah dengan konversi lahan resapan air (catchment area) menjadi kawasan industri dan permukiman, pengelolaan persampahan dan limbah yang belum memadai, dan sedimentasi yang menghambat aliran air menuju muara.

Tekanan penduduk

Pertambahan penduduk di tepian sungai juga salah satu yang memperburuk. Jumlah populasi DAS Citarum terus membengkak, nyaris tak terkontrol. Laju urbanisasi berbanding lurus dengan perkembangan kegiatan industri, areal permukiman penduduk, dan konversi ke berbagai area bangunan.

Di kawasan hulu saja, ada sekitar 1.500 pabrik yang secara langsung maupun tak langsung membuang limbah ke Citarum ataupun sungai-sungai yang bermuara Citarum. Pabrik atau industri menyumbang limbah kimia sebesar 280 ton/hari ke Sungai Citarum.

Padahal secara alami Sungai Citarum sudah tak mampu menurunkan konsentrasi bahan-bahan pencemar karena terlalu beratnya beban pencemar yang dibuang dan kemudian dibawa oleh sungai tersebut.

Industri tekstil adalah salah satu industri yang menyumbang terbesar perubahan kualitas air. Banyaknya industri ini berada di Bandung, Bekasi, Karawang, Purwakarta.

Menurut laporan Ekspedisi Citarum Kompas 2011, hanya sekitar 10 persen dari industri ini yang mengoperasikan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) standar.

(Baca seputar denyut kehidupan di sepanjang sungai terkotor di dunia dalam artikel panjang "Nadi Citarum", yang dikisahkan di National Geographic Indonesia - April 2014)