Pergeseran Budaya Tenun Ikat Dayak Iban

By , Rabu, 26 Maret 2014 | 10:35 WIB

Saya tak siap menghadapi kenyataan ini saat menemui Martha Sambong (46) di Dusun Ngaung Keruh, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, di akhir Juni 2009.

Kini ia satu-satunya yang mampu menenun di lingkungan betang (rumah panjang) itu. Keterampilan yang dulu jadi syarat layaknya remaja putri memasuki gerbang pernikahan itu pun baru ia pelajari selewat usia 40.

Dulu Dayak Iban hanya mengenakan pakaian hasil tenunan atau olahan kulit kayu sendiri. Kain dan baju jadi yang murah dan melimpah di pasar yang mudah dijangkau rupanya yang melunturkan nilai adat untuk membuat sandang sendiri. Sebab para wanita Dayak Iban di Dusun Kelawik, dua jam berperahu motor dari Ngaung Keruh ke hulu Sungai Labian, yang lebih sulit mencapai pasar, masih menenun. 

“Di sini, sekarang, menenun itu tergantung minat dan bakat,” ujar Martha yang sejak 2002 berlatih berkelompok, kemudian mandiri membuat tenun ikat – mengikat bagian-bagian tertentu benang dan mencelupkannya ke warna kemudian menenunnya di gedogan. Ia membeli gulungan benang di Sintang, atau Putussibau, 800 km timur Pontianak, tak lagi memintal benang dari kapas yang ditanam sendiri laiknya Iban masa lalu.

Ada empat warna utama – merah, hitam, kuning, putih. Martha tetap mengandalkan pewarna alami yang tahan lama, memanfaatkan alam sekitar.  Tak luntur seperti pewarna kimia penambah biaya. Merah dari daun mengkudu (Morinda Citrifolia) atau kulit kayu salam. Hitam dari daun renggat atau lumpur. Kuning dari kunyit (Curcuma longa) dan temulawak (Curcuma xanthorhiza).

Bila menenun penuh di terang siang -- tak bisa mengandalkan penerangan listrik genset --, tak banyak disela kerja di ladang, dalam sebulan Martha bisa mengerjakan empat helai kain 60x150 cm. Menenun itu cepat, seminggu sudah jadi kain. Yang lama itu melilit.

Tenun ikat Dayak Iban menerapkan teknik lungsi dan pakan. Benang lungsi adalah benang yang memanjang (vertikal) pada alat tenun, sementara benang pakan digulung pada kelongsong melintang (horisontal) yang masuk dan keluar pada lungsi saat menenun. Kumpulang benang lungsi dibentang pada perentang, diikat tali rafia aneka warna sesuai ragam hias dan warna yang diinginkan, lalu dicelup.

Setelah mengering, bagian yang ditandai dengan warna rafia tertentu dibuka ikatannya, dan dicolet dengan warna yang diinginkan. Setelah semua ikatan warna rafia yang lain dicolet dan mengering, benang lungsi ditata di alat tenun, berpadu dengan benang pakan warna tertentu dan ditenun dengan gedogan berlungsi sinambung hingga menghasilkan sehelai kain tenun dengan corak dan warna tertentu.