Malaysia harus lebih terbuka. Surat kabar Washington Post, dalam artikel tajuk rencananya, membahas dampak kebingungan setelah pengumuman Malaysia Airlines yang hilang.
"Perdana Menteri Najib Razak menyatakan bahwa penerbangan telah terhenti di selatan Samudera Hindia. Dan sang maskapai milik negara mengatakan asumsi tersebut diambil tanpa keraguan. Kedua-duanya pengumuman yang samar, dan tidak menjelaskan tentang mengapa atau bagaimana," tulis Washington Post.
Lagipula, jelang pernyataan itu, juru bicara Perdana Menteri menegaskan tidak boleh ada pertanyaan dari para jurnalis.
Bicara terbuka mengenai suatu peristiwa (insiden) luar biasa memang pada umumnya tak mudah bagi pemerintah mana pun yang bersangkutan. Tapi, Washington Post juga menyuratkan, Pemerintah Malaysia sangat parah.
Pemerintah Malaysia disebut telah menunjukkan malaise dalam transparansi yang bersumber dari "setengah abad kekuasaan lestari tanpa ditentang".
Sementara Cina mendesak agar Malaysia merinci bukti-bukti yang mengarah kepada kesimpulan itu, termasuk menyerahkan bukti citra satelit dan analisis data.
Menteri Transportasi Malaysia Hishammuddin Hussein, mengatakan, tim khusus akan ke Beijing untuk menjelaskan lebih detail pernyataan PM Najib.
"Ya, saya mengerti pernyataan oleh PM tidak detail. Ada tuduhan Malaysia menutup-nutupi informasi. Sebab itu tim akan diberangkat malam ini," katanya saat konferensi pers di Kuala Lumpur, Selasa (25/3) lalu.
Tim khusus itu terdiri dari pejabat kantor PM, Kementerian Luar Negeri, Angkatan Udara, Malaysia Airlines, serta Departemen Penerbangan Sipil.
Hingga memasuki hari ke-13 lalu, beberapa ahli penerbangan sempat mencurigai otoritas Malaysia sebenarnya sudah mengetahui nasib pesawat MH370, akan tetapi informasi itu ditutupi untuk melindungi kepentingan tertentu.