Kehilangan anak satu-satunya merupakan salah satu faktor utama mengapa sebagian anggota keluarga penumpang pesawat MH370 yang hilang histeris dan marah terhadap pihak berwenang Malaysia.
Sejak hilangnya pesawat Malaysia Airlines pada 8 Maret lalu yang membawa 239 orang termasuk 153 penumpang warga negara Tiongkok, keluarga penumpang asal negara itu secara terbuka mengungkapkan kemarahan mereka. Sebagian dari mereka bahkan berteriak histeris ketika berhadapan dengan para pejabat Malaysia saat memberikan perkembangan pencarian pesawat.
(Baca juga Kegeraman Keluarga Penumpang MH370 asal Tiongkok)
Luapan emosi ini, kata peneliti Institut Asia Pasifik di Beijing, Xu Liping, dapat dipahami sebab sebagian dari penumpang warga negara Tiongkok merupakan anak tunggal. "Penumpang sebagian adalah anak muda yang bekerja di Singapura, di perusahaan lain. Mungkin Anda tahu di Tiongkok sekarang sedang diberlakukan keluarga berencana. Biasanya anaknya cuma satu-satu," kata Xu Liping. "Kehilangan itu anak satu-satunya bagaimana itu perasaannya? Itu perasaan sangat susah dikuasai."
Faktor lainnya, lanjut Xu Liping, keluarga-keluarga penumpang merasa pemerintah Malaysia terlalu gegabah mengeluarkan pengumuman yang membuat mereka sedih dan putus asa tanpa didasari alasan kuat.
"Pemerintah Malaysia begitu gampang mengumumkan pesawat sudah ended (berakhir) di Lautan Hindia selatan tapi tidak sepenuhnya membuktikan itu pesawatnya jatuh. Mereka merasa mungkin ada informasi sengaja disembunyikan oleh pemerintah Malaysia," tambah Xu Liping di Beijing.
Sementara itu direktur eksekutif lembaga pemikir CSIS di Jakarta, Rizal Sukma, mengatakan karena lebih dari 60% penumpang Malaysia Airlines MH370 merupakan warga negara Tiongkok maka mereka mempunyai kekuatan lebih besar untuk menekan.
Sama seperti yang diungkapkan oleh Xu Liping, Rizal Sukma juga berpandangan anggota keluarga merasa kurang mendapat informasi yang baik dari pihak berwenang Malaysia.
Hingga kini belum ditemukan bukti yang menunjukkan Malaysia Airlines MH370 jatuh di perairan Samudra Hindia meskipun Perdana Menteri Malaysia Najib Razak telah menyatakan pesawat berakhir di lautan luas itu.