Paling tidak 63 nyawa telah melayang akibat kemunculan virus ebola di Guinea.
Bergulirnya kasus-kasus ebola terbaru yang ditemukan di Conakry dalam tiga minggu virus menyerang warga desa, menunjukkan virus telah meluas dari biasanya terjadi di rimba-rimba atau daerah pedalaman ke ibu kota Guinea itu. Juga dilaporkan telah menyebar sampai wilayah Liberia dan Sierra Leone.
Virus tersebut berpindah melalui darah dan cairan tubuh lain. Korban mengalami pendarahan secara internal dan eksternal. Tingkat kematian dapat mencapai 90 persen, menurut WHO.
Tambah lagi, masalah yang dikhawatirkan adalah fasilitas perawatan kesehatan di Guinea tak memadai. Meski memiliki deposit bauksit dan bijih besi yang sangat besar, Guinea merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Dan dengan menyebarnya virus mematikan seperti ebola saat ini, keamanan regional terancam.
Ian Lipkin, seorang pakar epidemiologi dari Columbia University's Mailman School of Public Health, New York City, kepada National Geographic berbicara tentang hal ini.
Menurut Lipkin, ebola tidak selalu mematikan. Dalam beberapa kasus memang orang bisa sembuh, akan tetapi ia menekankan betapa berbahayanya infeksi ini. "Mayoritas orang yang menunjukkan gejala-gejala infeksi tidak dapat bertahan."
Kemungkinan sumber penularan virus penyakit adalah dari binatang—yakni kelelawar atau terkadang primata. Untuk itu, pihak pemerintah Guinea telah melarang warganya mengonsumsi kelelawar ataupun binatang liar antara lain kera, simpanse, gorila.
"Infeksi awalnya adalah melalui daging mentah. Jika ada hewan yang terkena penyakit, lalu ketika proses pembantaian terjadi kontak dengan darah hewan itu, segera bisa terjangkit," kata Lipkin.
Ia mengatakan, di samping itu, semacam ritual tertentu yang berlaku di beberapa daerah juga bisa menjadi cara penularan. Dalam penguburan seorang yang meninggal, mereka memandikan atau membersihkan langsung jenazah sebelum dikebumikan—sebagai sebuah tanda mengirim roh ke dalam dunia selanjutnya dengan penuh kasih.
Umumnya, wabah demikian bisa tertangani dengan memanfaatkan berbagai diagnosis dan tes untuk mengarantina orang yang sudah memiliki gejala sakit dari yang benar-benar sakit, serta mencoba campur tangan dalam praktik ritual penguburan yang berisiko penyebaran ini, demi mengontrol wabah ebola.
"Tapi kini tampaknya berbeda, wabah sudah menyebar," ungkap Lipkin. "Kali ini, virus sudah menyeberangi perbatasan dan memungkinkan adanya human carrier. Akan menarik melakukan autopsi terhadap titik mula wabah di Guinea untuk mengetahui bagaimana virus melintasi perbatasan. Berdasar kecurigaan saya, ini melibatkan transportasi mayat dari satu area [untuk dimakamkan] ke area lain," imbuhnya.