Tatar Krimea Pertimbangkan Gelar Referendum

By , Kamis, 3 April 2014 | 14:05 WIB

Etnis Tatar Krimea saat ini mempertimbangkan kemungkinan untuk menggelar referendum demi mendapatkan otonomi lebih besar. Langkah ini dikhawatirkan bakal memperdalam krisis yang terjadi di Krimea.

Majelis Tatar Krimea telah membentuk sebuah kelompok khusus yang bertugas mengkaji kemungkinan menggelar referendum untuk satu kelompok etnis. Demikian pernyataan pemimpin Tatar, Refat Chubarov, Selasa (1/4) larut malam.

"Kami kini tengah mencari preseden internasional dan organisasi internasional yang bisa membantu kami dalam masalah ini," kata Chubarov,

Para perwakilan etnis kuno berbahasa Turki ini, yang berjumlah sekitar 300.000 dari dua juta jiwa penduduk Krimea, dijadwalkan kembali berkumpul sebelum 15 April 2014 untuk mempertimbangkan isu referendum ini. (Baca di sini)

Sebuah kongres darurat Tatar Krimea pekan lalu memutuskan untuk memperjuangkan otonomi lebih besar bagi mereka di semenanjung itu dalam sebuah langkah yang dianggap sebuah bentuk perlawanan terhadap Kremlin.

Pemimpin spiritual Tatar, Mustafa Dzhemilev—yang juga anggota parlemen Ukraina—mengatakan sebagian besar etnis Tatar memilih bergabung dengan Ukraina. Sejauh ini Moskwa masih bungkan soal langkah etnis Tatar Krimea ini.

Pemerintah Krimea telah menawarkan para tokoh Krimea sejumlah jabatan di pemerintahan. Namun, etnis Tatar meminta sistem kuota untuk memastikan suara mereka lebih terwakili di pemerintahan.

Salah seorang pemimpin parlemen Krimea, Vladimir Konstantinov, mengatakan bahwa perwakilan etnis Tatar akan selalu dilibatkan secara aktif dalam berbagai pengambilan keputusan.

Konstantinov nampaknya tidak terlalu menganggap serius keinginan etnis Tatar menggelar referendum untuk meminta otonomi lebih luas bagi mereka.

Awal pekan ini, Mustafa Dzhemilev dalam sebuah sidang tertutup DK PBB mengatakan, sebanyak 5.000 warga etnis Tatar sudah meninggalkan Krimea dan memperingatkan tentang kemungkinan pertumpahan darah di semenanjung itu.

Tatar Krimea, penduduk asli semenanjung itu, hidup selama berpuluh-puluh tahun di Asia Tengah saat Joseph Stalin yang  berkuasa di Uni Soviet memerintahkan deportasi, karena etnis Tatar dianggap menjadi kolaborator Nazi. 

Mereka baru diizinkan kembali ke kampung halaman mereka pada 1980-an namun hingga kini masih bermasalah dengan berbagai isu termasuk kepemilikan tanah.

Baca tentang sejarah etnis Tatar di sini.