Inovasi Sistem Pemompaan Air Dihasilkan Peneliti UGM-Jerman

By , Kamis, 3 April 2014 | 18:00 WIB

Fakultas Teknik (FT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bekerja sama dengan Karlsruhe Institute of Technology (KIT), Jerman, membangun instalasi teknologi menaikkan atau memompa air dengan menggunakan pompa yang difungsikan sebagai turbin.

Dalam rilis Universitas Gadjah Mada, Rabu (2/4), disebutkan, pompa yang dirancang khusus menaikkan air dari kedalaman 100-200 meter di bawah permukaan tanah ini menggunakan sumber energi dari aliran air. Fasilitas teknologi yang dibangun di area utara komplek Fakultas Teknik UGM ini akan dijadikan model pembelajaran bagi mahasiswa.

Suhana, dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM yang juga merupakan salah satu anggota tim penelit mengatakan, teknologi ini merupakan sistem pemompaan air yang sudah diaplikasikan di Goa Seropan dan Goa Bribin, Gunungkidul.

Bahkan teknologi alternatif tersebut bisa potensial diaplikasikan—menjadi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (bagi daerah-daerah yang belum dialiri listrik), atau untuk mengangkat air di daerah perbukitan sulit air.

Ia menjabarkan, cara kerja pompa turbin ini mengandalkan potensi air melalui sudu-sudu pompa yang kemudian diubah menjadi energi mekanik berupa putaran poros. Selanjutnya energi mekanik putaran poros tersebut digunakan untuk menggerakkan pompa berikutnya agar bisa menaikkan air sampai dengan ketinggi tertentu.

"Di UGM ini kita menggunakan empat pompa, sedangkan sumber air berasal air selokan mataram dengan debit 20-25 meter perdetik. Keempat pompa ini mampu menaikkan air hingga ketinggian 18 meter," ujarnya.

Potensi pompa turbin untuk bisa mengangkat air, menurut Suhanan, melalui sumber air dari kedalaman 100-2000 meter seperti yang pernah dilakukan di Gunungkidul. Bila pompa air kebanyakan menggunakan sumber energi dari bahan bakar minyak atau panel surya, pompa turbin hanya menggunakan sumber energi dari air itu sendiri.

Suhanan mengatakan selain menggunakan pompa turbin, teknologi tambahan untuk mengangkat air yang dibangun di kompleks FT UGM ini juga menggunakan pipa pesat (penstock) dari material kayu dengan diameter 60 sentimeter. Pemilihan kayu sebagai material pipa nantinya bisa dijadikan percontohan bagi daerah yang sulit mendapatkan pipa dari material logam.

Diakui Agus Maryono, seorang anggota tim peneliti lainnya, kayu bisa digunakan sebagai pipa penstock dengan masa ketahanan hingga 25 tahun. Selain ramah lingkungan, pipa material kayu dinilai mudah dikerjakan dengan peralatan sederhana. "Umur kayu ini bisa sampai 25 tahun asal selalu dalam kodisi basah," kata dosen teknik sipil ini.

Agus menilai teknologi pipa kayu dan pompa turbin semacam ini masih belum banyak digunakan di tanah air. Menurutnya, teknologi ini nanti juga bisa digunakan oleh perusahaan daerah air minum untuk mengalirkan air dari sumber mata air yang sulit dijangkau dengan biaya yang lebih murah.