Sebuah monumen bersejarah yang dibangun pada 1990 di Desa Walasiho, Kecamatan Wawo, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara kini dalam kondisi memprihatinkan. Padahal di balik berdirinya monumen tersebut terkandung nilai-niai sejarah yang ada di Kolaka.
Monumen tersebut dibangun berdasarkan jasa seorang tentara Jepang bernama Kapten Kabasima. Kapten Kabasima adalah seorang tentara Jepang yang memilih tinggal di daerah itu saat Jepang kalah dari tentara sekutu di tahun 1945.
Saat itulah Kapten Kabasima berinisaiatif untuk membentuk Badan Pertahanan dan Keamanan Rakyat (BPKR), di dearah Kolaka dan sekitarnya pada tahun 1945. Atas jasa itulah teman sejawat Kapten Kabasima yang bernama Ali Kamri membangun sebuah monumen sejarah yang menandakan keberadaan tentara Jepang di daerah Kolaka dan sekitarnya.
Namun kini monumen itu sudah sulit lagi untuk dijumpai. Selain dalam kondisi tidak terawat, monumen yang hanya seluas kurang lebih tiga kali empat meter tersebut dipenuhi semak belukar. Parahnya, di sekitar monumen tidak ada tanda yang terpasang jika di daerah itu berdiri sebuah monumen bersejarah.
Pemerhati sejarah di Kolaka Andi Adha Arsyad menjelaskan seharusnya monumen tentara Jepang di daerah Kolaka Utara tersebut diperhatikan sebagai simbol sejarah di daerah ini.
"Seharusnya monumen itu tidak terbengkalai seperti saat ini. Berdasarkan referensi sejarah yang saya miliki Kapten Kabasima itu sangat berjasa karena saat Jepang kalah di tahun 1945 dari tentara sekutu, Kapten Kabasima ini memilih tinggal di Kolaka dan berinisiatif membentuk BPKR. Nah BPKR inilah yang bergerak melawan tentara NICA. Jadi sepatutnya kita menjaga monumen ini," katanya, Jumat (4/4).
Dia juga berharap pemerintah turun tangan untuk merawat tempat itu. "Kenapa saya bilang Pemda Kolaka Utara harus turun tangan merawat monumen itu sebab saat dibangun tahun 1990, yang resmikan langsung adalah Gubernur Sulawesi Tenggara, Laode Kaemudin. Miris sekali, apalagi kita mengaku kalau Kolaka sebagai daerah perjuangan, akan tetapi memelihara sebuah monumen saja tidak bisa," tambahnya.
Monumen tentara Jepang bukanlah monumen yang hanya diketahui dalam wilayah Kolaka saja. Akan tetapi bukti sejarah tersebut juga telah dikenal hingga ke Negara Jepang. Andi menambahkan setelah dibangun di sekitar tahun 1990, melalui Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, salah satu cucu Kapten Kabasima datang ke monumen tersebut.
"Nah artinya jika dunia mengetahui kondisi monumen yang tidak lagi terawat, saya rasa kita harus malu ketika mengaku sebagai daerah perjuangan," tegasnya.
Monumen Tentara Jepang atau lebih dikenal dengan istilah lokal sebagai kuburan Kapten Kabasima ini sebenarnya bisa menjadi awal cerita sejarah di Kolaka Utara. Hal itu bisa tercapai jika pemerintah setempat dapat melihat peluang dan potensi nilai sejarah yang terkandung dalam sejarah monumen tersebut.