Berbenah Destinasi Zamrud Khatulistiwa

By , Selasa, 22 April 2014 | 13:55 WIB

Di wilayah lintang nol, yang kaya akan sumber daya alam, kepariwisataan dapat menggerakkan ekonomi setempat. Para pemangku kepentingan bahu-membahu menuju tujuan sama: wisata berkelanjutan.

Lihatlah permukaan berwarna biru cemerlang yang menghampar luas. Buih-buih memutih berada di ujung gulungan riak, yang hilang begitu menabrak tepian. Di batas horison, warna biru yang lebih muda memulas indah. Sinar mentari yang memancar nyaris sepanjang tahun menambah keelokan panorama.

Sekarang, tengoklah bagian dalam permukaan biru. Saya berani menjamin, Anda kembali berdecak-decak. Ambillah alat selam, ikuti saya. Begitu memasuki bagian air yang dangkal, sinar mentari masih menyiraminya, indra penglihatan kita kembali dimanjakan warna-warna menakjubkan.

Anda akan terpukau saat melihatnya. Inilah tempat yang paling berwarna di Bumi. Dunia terumbu karang yang mengajarkan kita akan alam yang bijak. Daya pikat tempat ini memang telah menggerakan hati siapa pun untuk menyelami dan mengunjunginya—termasuk saya.

Lebih dari 20 tahun saya  mengagumi dunia bawah laut Nusantara. Tempat ini juga saya  mendapatkan begitu banyak pengalaman yang menggugah batin untuk melindunginya karena ancaman yang dapat menghilangkan  keindahannya.

Tempat yang indah mengundang orang untuk datang dan menikmatinya. Berbagai informasi yang tersedia turut mendukung perjalanan seseorang menuju suatu destinasi wisata, katakanlah tempat penyelaman di pelosok Nusantara.

Ibu-ibu menawarkan kain kepada wisatawan di Toraja. Peluang untuk pemberdayaan masyarakat. (Reynold Sumayku/NGI)

Pada tataran mikro, pariwisata yang memayungi kegiatan wisata itu yang di dalamnya melibatkan usaha jasa dan sarana pariwisata. Sementara itu, seluruh kegiatan pariwisata, aktivitas wisatawan, perjalanan, masyarakat yang bermukim dan yang melayani di destinasi wisata, jasa pariwisata—yang keseluruhannya ini menyebabkan hubungan interaksi yang saling mendukung kehidupan itu disebut kepariwisataan.

Pada tataran makro inilah wisatawan mendapatkan pengalaman baru saat kembali ke tempat asalnya, sedangkan destinasi wisata mendapatkan kualitas hidup. Lantaran melibatkan multi dimensi dan displin keilmuan, para ahli dan pemerhati seringkali menyebut kepariwisataan sebagai sebuah orkes simfoni. 

Karakter kepariwisataan yang kompleks, turisme tanpa batas, sistem manajemen destinasi, pengalaman wisata yang total telah mendorong pemerintah meluncurkan program Tata Kelola Destinasi (Destination Management Organization/DMO) sejak 2010.

Program ini bertujuan untuk mendorong peningkatan daya saing kepariwisataan Indonesia melalui tumbuh sadarnya rasa memiliki ciptaan Tuhan yang sangat fenomenal tersebut, penciptaan paket wisata yang inovatif, variatif, serta berdaya jual di setiap daerah. Secara ringkas, inilah program pengelolaan destinasi yang terpadu, bottom-up, dan mengutamakan kepemilikan dari para pemangku kepentingan.

Di dalam program ini, masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi, dan pemerintah terlibat secara luas. Seluruh pihak memiliki tujuan, proses, dan kepentingan bersama. Yang terpenting adalah  manfaat bagi masyarakat lokal dengan tetap terlindunginya kekayaan alam dan budaya.

Basuki Rahmad—penyelam sekaligus pegiat konservasi bawah laut—bercerita kepada saya mengenai perkembangan program di wilayah Kepulauan Derawan, yang dikenal sebagai salah satu titik penyelaman dengan jaminan berjumpa penyu hijau, pari manta dan biota laut eksotis lainnya.

Ia berharap, di masa depan wilayah Derawan dapat tertata sehingga kegiatan piknik bahari ini dapat menyesuaikan tata ruang dan daya dukung lingkungan. Para pihak yang terlibat di dalamnya bahu-membahu meningkatkan kegiatan yang berkelanjutan.

Salah satu masalah adalah sampah yang mudah dijumpai di Pulau Derawan. Penataan destinasi dibutuhkan di sana. 

Tulisan ini merupakan bagian dari artikel "Sudut Pandang" di NATIONAL GEOGRAPHIC TRAVELER Edisi Mei 2012