Jalur Kereta Api Rawan Longsor, Bagaimana Mengantisipasi?

By , Selasa, 29 April 2014 | 12:10 WIB

Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 3 peristiwa tanah longsor terjadi pada jalur kereta, terutama di jalur yang melintasi kabupaten Garut dan Tasikmalaya, seperti yang terjadi di KM 233+9/nol di Desa Mekarmulya, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut tahun 2009. Kemudian, jalur ganda di KM 45+350 S.D 45+600 di Cilebut, Kabupaten Bogor tahun 2012, dan KM 252+8 Kampung Neglasari, Kecamatan Jamanis, Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2013.

Terakhir, kejadian kecelakaan kereta api (KA) diduga akibat tanah longsor di KM 244+0/1 di Desa Mekarsari, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasimalaya pada 4 April lalu.

Pada umumnya, kelongsoran di badan jalan KA terjadi pada daerah lereng timbunan yang dikonstruksi menggunakan material tanah vulkanik yang dipadatkan.

Antara antisipasi dan penanggulangan

Kejadian longsor tersebut sebenarnya bisa diantisipasi sejak dini melalui berbagai teknologi yang telah ada.

Caranya dengan monitoring berkelanjutan, baik monitoring dengan alat maupun manusia (manual). Pemasangan sistem monitoring longsor pun harus terlebih dahulu studi geologis mengenai struktur dan jenis tanah. Hal ini diungkap Bambang Widiyatmoko, Kepala Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada seminar di Jakarta, pada pekan kedua April.

Permasalahan antisipasi bencana di Indonesia melalui monitoring, menurut Bambang, adalah ketergantungan peralatan (sensor) dari luar negeri, sehingga sangat sedikit yang bisa dipasang. Lagipula biaya pengembangan peralatan yang bertumpu pada anggaran penelitian. “Diperlukan biaya yang besar dan kontinu,” katanya.

Bambang membandingkan di Jepang, sistem peringatan dini tanah longsor yang diterapkan di ruas jalan pegunungan berhasil memberikan informasi pergerakan tanah — memberikan rekomendasi kepada pihak yang berwenang untuk melakukan penutupan jalan 48 jam sebelum kejadian tanah longsor.

Sebaliknya tren penanggulangan bencana di Indonesia adalah fokus pada penanggulangan pascabencana tetapi tidak melakukan antisipasi cukup. 

Peneliti Adrin Tohari dari Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI merekomendasikan perlunya pemetaan kembali daerah rentan tanah longsor pada jalur kereta api lintas selatan untuk mengetahui kondisi kestabilan lereng di sisi jalur kereta api. Serta memperhatikan aliran air permukaan dan bawah permukaan pada daerah lereng di jalur kereta api yang merupakan faktor penyebab tanah longsor.

"Tangani dengan konstruksi sistem surface drain dan sub-drain yang baik dan efektif," ujar Adrin. Untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa, ia mengungkapkan perlunya tindakan preventif.

Longsor akan terjadi ketika ketinggian muka air tanah melampaui batas maksimum, atau yang dikenal dengan bidang gelincir.

LIPI saat ini sedang mengembangkan sistem pemantauan menggunakan sensor yang bisa dipakai untuk mengetahui ketinggian muka air tanah.