Achmad bin Talim baru menginjakkan kakinya di Amsterdam tahun 1974. Tapi karyanya sudah mendarat di sana lebih dulu—September 1935.
Pada 27 September 1935, pesawat buatan Asia menjejak roda di daratan Eropa, untuk yang pertama kalinya di dunia. Pesawat itu berhasil terbang jarak jauh melewati beberapa benua, lalu mendarat mulus di Schipol, Amsterdam.
Pesawat mesin ganda itu dibuat 100 persen di Jawa, di suatu gudang di Jalan Pasir Kaliki, Bandung atas pesanan jutawan Khouw Khe Hien yang menginginkan pesawat udara untuk meningkatkan efisiensi kegiatan bisnisnya.
Bulan Maret 1934, Khouw memesan kepada Laurents Walraven, bagian desain teknik Militaire Luchtvaart-KNIL.
Berdasarkan syarat kebutuhan Khouw, Walraven kemudian merancang pesawat cabin monoplane dengan sayap rendah yang aerodinamis, ramping, dilengkapi dua mesin—yang masing-masing berkekuatan 90 tenaga kuda.
Sementara, pesawat merupakan buah craftsmanship Achmad bin Talim dan rekan-rekannya. Menakjubkan!
Sepuluh bulan kemudian, pada awal Januari 1935, Letnan Terluin melakukan penerbangan perdana pesawat Walraven-2 pesanan Khouw. Evaluasinya: menunjukkan kinerja baik, tanpa satu kesulitan apapun.
Sekitar dua minggu kemudian, 28 Januari, pesawat menerima registrasi penerbangan PK-KKH, yang diambil dari singkatan nama Khouw Khe Hien.
Pesawat W-2 tergolong model paling modern pada saat itu. Entah kenapa, Khouw memilih terbang dulu ke daratan Eropa. Padahal jaraknya lebih jauh dari daratan Tiongkok, yang lebih dekat dari Hindia Belanda (Indonesia, tatkala itu).
Walraven-2 pun, menurut almarhum Achmad bin Talim, belum pernah diuji coba terbang jarak jauh di Pulau Jawa.
“Tahu-tahu ia berangkat ke Bandung lewat Batavia ke Eropa,” kenang Achmad, tahun 1981.
Sejarah tidak mencatat lagi bagaimana nasib pesawat Walraven-2 PK-KKH. Achmad bin Talim pun tidak ingat lagi. Meski ia masih sempat melihat si pesawat di salah satu hanggar Andir (sekarang Bandara Hussein Sastranegara), Bandung, sebelum ditinggalkan pemiliknya untuk selamanya.
Baca juga: Penerbangan Perdana di Atas Langit Nusantara