Mengembalikan Warna Sang Tugu Bersejarah

By , Senin, 12 Mei 2014 | 14:27 WIB
()

Sebagaimana diberitakan, Tugu Monas tengah dibersihkan setelah 22 tahun tidak mandi. Sebuah perusahaan perangkat terkemuka asal Jerman, Kaercher, membersihkan tugu yang menjadi gambar logo Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini.

Proses memandikan tugu Monas ini telah berlangsung mulai 5 Mei lalu dan ditargetkan akan final pada 18 Mei. Pada hari Sabtu (10/5), kira-kira sudah 60 persen. Dari pengamatan National Geographic Traveler, perlahan memang warna dinding yang kusam mulai berganti kembali ke warna asli marmer.

“Dalam proses membersihkan Monas, kami tidak menggunakan bahan kimia apa pun, yang digunakan hanya air panas,” ujar Thorsten Moewes, project leader.

Pekerja dari Kaercher Indonesia membersihkan bagian bawah tugu Monas. (Yunaidi/NGI)

Air dipompa dari reservoir (penampungan), lalu dimasak langsung dalam alat hingga suhu 100o C. Moewes yang juga salah satu teknisi, menjelaskan, tingkat kesulitan paling berat terletak di pembersihan area ‘dagu’ Monas yang sangat kotor karena nyaris tak pernah tersentuh oleh air hujan.

“Makin ke atas, angin semakin kuat menerpa. Juga mengerjakan saat temperatur udara panas seperti ini. Itu yang menjadi tantangan kami,” akunya.

Senior Manager Marketing dari Kaercher Indonesia Fransisca NW memaparkan bahwa metode penyemprotan dengan alat high pressure washer sama sekali tak bakal membahayakan struktur bangunan Monas.

Ini setidaknya sudah terbukti melalui tes analisis yang dilakukan pada tahun 2011. Fransisca mengungkap, “Setiap pembersihan monumen, mana pun, selalu dilakukan kajian berupa tes analisis untuk menentukan alat dan metode yang tepat.”

Monas bukan sekadar tengara Jakarta, melainkan lambang kebangkitan bangsa, berjuang sejahtera setelah merdeka.

Tugu Api Monas menjulang di hamparan seluas 80 hektare. Lahan luas ini semasa penjajahan Belanda merupakan Jaarmarkt, pasar rakyat tahunan.

Lalu menjadi Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) —tempat Soekarno menyelenggarakan rapat raksasa, pada 19 September 1945, untuk menegaskan kemerdekaan RI di hari-hari akhir pendudukan Jepang. Namanya berubah menjadi Lapangan Merdeka.

Presiden Soekarno sebagai penggagas, menginginkan Monas menjadi lambang perjuangan Indonesia lepas dari penjajahan. Juga landmark seperti Menara Eiffel di Paris. Dirancang bertahan hingga berabad-abad masa, bangunan tugu mulai dibangun Agustus 1959. Resmi dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975.

Tugu menjulang dengan tinggi 17 meter, dan pada puncaknya ditanamkan lidah api dari 14,5 ton perunggu bersaput emas.

Sejak September 2007, masyarakat dapat menikmati Ruang Agung, yakni area tepat sekeliling Tugu Monas dihiasi delapan bujur sangkar taman rumput dan semak merah, putih, hijau muda yang dibentuk ragam hias Nusantara—Sumatra sampai Papua.