Masyarakat di kawasan Tanjung Benoa menegaskan sikapnya terhadap penolakan rencana reklamasi di Teluk Benoa.
Ratusan masyarakat yang tergabung dalam TANJUNG BENOA TOLAK REKLAMASI ini melakukan aksi pemasangan baliho dan bendera di Desa Tanjung Benoa, Minggu (11/5) lalu, sekitar pukul 15.30 WITA. “Pengibaran ini sebagai bentuk penolakan warga Tanjung Benoa terhadap rencana reklamasi di Teluk Benoa,” kata I Wayan Nonick ketika dihubungi Mongabay-Indonesia.
Surat keputusan masing- masing banjar dan pernyataan sikap bersama sabha desa merupakan surat resmi dari hasil rapat masyarakat tanjung benoa yang ditandatangani oleh pejabat desa, lurah dan masyarakat Tanjung Benoa. “Sehingga aksi ini merupakan penegasan masyarakat bahwa Tanjung Benoa tetap menolak reklamasi,” kata Nonick.
Aksi yang diikuti ratusan warga asli tanjung benoa sebagai bentuk penolakan terhadap segala upaya bagi pihak-pihak yang menginginkan terjadinya reklamasi, karena jika terjadi akan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi Tanjung Benoa yang merupakan daerah terdampak langsung jika terjadi reklamasi.
“Masyarakat harusnya berkaca dengan reklamasi yang ada di pulau serangan yang merusak ekosistem,” kata Wayan Kartika, Ketua Tanjung Benoa Tolak Reklamasi.
Dukungan masyarakat untuk penolakan reklamasi terus bertambah. Sebelumnya datang dari warga Desa Adat Tanjung Benoa dan Desa Sidakarya, sekarang Desa Canggu, Kabupaten Badung turut.
Dalam sebuah acara talkshow yang bertempat di Café Pis Bolong, Kepala Desa Canggu, Nyoma Mustiada menyampaikan ini. Nyoman Mustiada dengan tegas menyatakan sikap untuk menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa karena dampak buruknya tak hanya akan dirasakan oleh masyarakat yang dekat dengan Teluk Benoa, tetapi pada pariwisata Canggu.
“Dapat mengganggu pariwisata berbasis masyarakat yang ada di Canggu, maka reklamasi Teluk Benoa harus ditolak,” paparnya.
Di dalam talk show tersebut, Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana juga bertutur tentang dampak jika reklamasi Teluk Benoa jadi. “Tak ada ceritanya bangunan beton dapat menangkal gelombang tsunami,” ujar Gendo.
Gendo juga menekankan bahwa kritisi mereka ini artinya bukan warga menolak pembangunan di Bali, namun setiap pembangunan harus melihat segi daya tampung dan daya dukung pulau. Gendo mengimbau agar berkaca pada reklamasi yang sudah dilakukan, misalnya di Pulau Serangan dan Pantai Mertasari-Sanur yang jelas sudah merusak ekosistem.
“Peningkatan dukungan ini seiring dengan kejelasan sikap warga akan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang akan terjadi di Bali. Warga sadar bahwa reklamasi itu terancam merusak Bali,” kata Suriadi Darmoko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Bali.
Moko menambahkan, dukungan ini semakin memperkuat gerakan rakyat untuk terus menyuarakan penyelamatan lingkungan Bali. Pemerintah Bali sendiri dinilai tidak konsisten dengan ucapannya bahwa akan mencabut Surat Keputusan (SK) terkait reklamasi jika studi kelayakan tidak sesuai. “Belum adanya pencabutan SK dari Gubernur membutikan bahwa pemerintah tidak mendengarkan suara rakyat Bali dan tidak konsisten dengan ucapannya,” tutup Moko.