Merayakan 467 Tahun Semarang dengan Mengangkat Warisan Budaya

By , Jumat, 16 Mei 2014 | 13:30 WIB

Hari jadi Semarang yang pada 2014 ini mencapai yang ke-467, bersamaan dengan Hari Pendidikan Nasional. Perayaannya dilakukan sepanjang Mei oleh berbagai pihak. Meike Sahala, perancang perhiasan dari ibukota Jawa Tengah ini memilih menggelar wisata dua hari satu malam yang ia tabalkan sebagai Grand Tour Semarang Heritage, Sosial & Jewellery Art Show of Meike Sahala at Lawang Sewu dengan jamuan makan malam mewah ala Semarang Tempo Doeloe.

Selama 16-17 Mei 2014, para tamu – di antaranya kalangan diplomatik, pengusaha, sosialitas dari Jakarta – berjalan-jalan menikmati Kota Tua Semarang, lalu naik becak menuju Roemah Raja Gula, peninggalan Oei Tiong Ham (baca Wie Tiong Ham), konglomerat pertama Asia Tenggara, dan makan siang di bekas Gedung Pengadilan Belanda tahun 1800.  

Lawang Sewu, yang dibangun pada 1904-1907 untuk kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan KA Hindia Belanda, dipilih untuk menggelar peragaan busana dan perhiasan rancangan Meike Sahala lengkap dengan artefak Museum Kartini dari Rembang, Jepara dan Museum Semarang, sembari menikmati menu Semarang Tempo Doeloe bersama walikota Semarang.

Bahwa batik adalah sumber ilham yang tak pernah kering untuk diterapkan dalam perhiasan, dijalankan Meike Sahala meneladani RA Kartini yang telah memperkenalkan seni kriya kayu, logam dan batik dalam tulisan-tulisannya tentang kriya Jepara, yang membawa batik ke pameran karya wanita di Den Haag pada 1898.

Rancangannya diwujudkan para seniman logam, termasuk anak-anak yang dibina untuk membatik di atas logam di Roemah Pakaryan Megrania. Ke sinilah para peserta grand tour Semarang dibawa sambil menikmati kopi klotok, teh di Pegunungan Ungaran, sebelum singgah di petilasan pendaratan Laksamana Cheng Ho, dan kembali ke Jakarta.

Sekali lagi, Indonesia termasuk Semarang sangat kaya warisan budaya. Tinggal bagaimana mengemas agar menarik untuk didatangi dan dinikmati dengan patut.