Menjelajah Negeri Angin

By , Jumat, 16 Mei 2014 | 20:27 WIB

Apakah Patagonia itu? Sebuah benua yang hilang seperti Atlantis? Sebuah pulau yang tersembunyi? Sebuah negara yang masih memperjuang eksistensinya? Ataukah, sebuah kota pelesir yang baru tercipta?

Menyitir kalimat novelis Bruce Catwin, "Jika Abrakadabra merupakan kata sakti bagi pesulap, maka Patagonia adalah kata keramat untuk seorang petualang."

Kalimat tersebut telah mampu mengantarkan saya kepada mimpi menjelajahi tanah idaman para petualang berjuluk Land of The Wind ini.

Patagonia memang bukanlah benua, pulau, negara, maupun kota. Ia merupakan sebuah wilayah yang diringkas karena keistimewaan lanskap. Pemilik teritori ini adalah dua negara: Cili dan Argentina.

Itu sebabnya, saya paham apabila kata "Patagonia" jarang tercetak pada atlas kebanyakan. Tempat ini berhulu di bagian selatan Pegunungan Andes dan berujung di kuku-kuku kaki daratan Amerika, tempat Samudra Pasifik dan Atlantik bertemu.

Secara geopolitik, Patagonia mencakup lima provinsi Argentina dan tiga provinsi Cili. Ferdinand Magellan, petualang Portugal yang merambah selatan Amerika pada awal abad 16, telah menggagas pemetaan dan penamaan Patagonia. Ia mengambil kata patagao, yang bermakna tanah manusia raksasa. Magellan menyematkan nama itu atas tanah temuannya setelah berjumpa dengan suku asli Tehuelches—yang konon bertubuh gigantis.

Antonio Pigefetta, pengikut Magellan, kemudian mengonversinya ke dalam lafal Italia. Jadilah "Patagonia".

Penjelajahan Patagonia ini tidak saya lakukan seorang diri. Ada tiga rekan Jerman yang menemani. Kami bersepakat untuk menempuh jalur-jalur legendaris dengan sepeda motor.

Seorang novelis lain menulis bahwa termonopoli panorama permai nan bisu, siapa pun bakal tersihir menjadi kecil di sini. Betul, saya dan teman-teman tak ubahnya sekuartet Elf yang bersepeda mencari pati di dunia makhluk gargantuan, dunia Patagonia.