Di antara ramainya wisatawan yang berkunjung ke Museum Fatahillah, Jakarta Barat, tampak seorang "noni Belanda" bergaun putih lengkap dengan payungnya. Wajahnya putih, dan tangannya memegang karangan bunga.
Dialah Sophie (33), manusia patung yang hanya melayani keinginan wisatawan yang ingin berfoto dengannya. Meski cuaca terik, dia tetap beredar di halaman Museum Fatahillah, yang dahulu dijadikan sebagai Balai Kota Batavia pada 1770 oleh Pemerintah VOC.
Penampilannya dengan polesan cat putih pada wajahnya dan gincu merah menyala membuat wisatawan tertarik berfoto dengannya. Dia beraksi bukan hanya di Museum Fatahillah, tapi di objek wisata di kawasan Kota Tua, seperti Museum Fatahillah, Museum Keramik, Museum Wayang yang dahulu digunakan sebagai gereja oleh pemerintah Kolonial Belanda, kemudian Kantor Pos dan Kafe Batavia.
Sophie menjalani perannya sebagai manusia patung sejak dua tahun terakhir. Semua berawal dari keikutsertaannya dalam Komunitas Manusia Batu (Kombat) pada 2013. Ia dan delapan anggota lainnya menjadi berbagai macam karakter tokoh. Ada sebagai Jenderal Sudirman, Pejuang Proklamasi 45, Nagabonar dan Vampir.
"Saya di sini berdiri saja dari jam tujuh pagi sampai jam enam sore, menunggu orang dateng dan foto bareng saya. Banyak rezeki, Alhamdulillah jalanin usaha begini," ungkap Sophie sambil melayani foto bersama dengan pengunjung museum, saat ditemui Sabtu (17/5).
Senyumnya sempat luntur karena lelahnya berdiri selama sebelas jam, demi mendapatkan uang untuk membiayai kehidupan keluarga. Keluhannya, selama ini, dipendam dalam hati. Dia berusaha menghilangkan rasa lelahnya dengan mengingat tiga buah hatinya di rumah petak kontrakan di belakang Museum Keramik.
"Iya, saya sering sedih karena keluhan hidup juga. Bayar kontrakan Rp 700 ribu sebulan. Dan karena ingat anak yang masih kecil-kecil di rumah, jadi semangat lagi cari uang. Biarin saya kerja gini panas-panasan demi mereka. Kalau suami saya kerja juga, jual sewa gaun properti, tapi kadang nggak tentu dapatnya," tutur wanita asli Jakarta tersebut.
Sophie mengaku kerap diledek tetangga dan pengunjung dengan penampilannya sebagai manusia patung. Tetapi, dia tidak peduli. Apalagi mengingat pendapatannya yang lumayan. Saat hari kerja, seharinya, dia maksimal mendapat Rp 300.000 dan akhir pekan bisa mencapai Rp 800.000.
"Hmm... banyak yang merendahkan saya, dengan sindiran kadang hanya lihat saya tapi sinis gitu. Keluhan saya yang lain itu, kalo pengunjung suka nggak ngerti habis foto bareng kadang serombongan, cuma ngasih 2.000 perak doang. Kalo saya kesel pernah singgung tuh orang, eh bawa aja uangnya, ada ongkos nggak? Tapi tetap aja pada nggak ngerti capeknya saya, tapi ngasih kayak gitu. Saya ini pekerja seni, bukan pengemis yang tanpa modal. Modal saya aja 6 juta untuk jadi seperti ini," ujar Sophie.
Ada momen yang membuat Sophie bahagia. Pada 2013, saat Hari Raya Betawi pada 1 Agustus 2013, ia dan seorang lagi dari komunitas Kombat terpilih menjadi perwakilan yang diundang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk hadir di Monumen Nasional (Monas).
"Saya sempat foto bareng sama Ahok di sana. Orangnya baik sama kita-kita gini," selorohnya kagum.
Sophie berharap pemerintah memberikan jaminan keamanan baginya. Selain itu, ia juga ingin masyarakat lebih menghargai dirinya sebagai pekerja seni, bukan seorang pengemis yang mengharapkan imbalan tanpa usaha berarti.
"Saya nggak minta muluk-muluk, minimal ucapin makasih aja udah cukup. Jangan malah abis foto jeprat jepret, tapi ngasihnya nggak berkeprimanusiaan begitu," tukasnya.
"Mengenai cita-cita saya dari lama pengen banget ketemu sama patung-patung di negara Belanda, makanya saya suka nyisihin uang untuk nabung, Insya Allah bisa berangkat ke sana dan wujudin mimpi saya ini," ucapnya penuh harap.