Kaoem Depok Diduga sebagai Penanam Perdana Kopi Nusantara

By , Jumat, 23 Mei 2014 | 14:39 WIB

Konon, di masa perang Pajajaran melawan Banten, Pajajaran membangun padepokan penggembleng prajurit dekat Ci Liwung antara Bogor dengan Sunda Kelapa (Jakarta). Lambat laun, padepokan itu disebut Depok.

Versi lain, daerah ini kerap jadi tempat bersemedi dengan lebih dulu membangun padepokan sederhana dari bambu. Menurut Kaoem Depok yang tergabung dalam Lembaga Cornelis Chastelein (LCC), Depok itu akronim dari De Eerste Protestante Organisatie van Christenen (Depoc) atau De Eerste Protestantse Onderdaanse Kristenen (Depok), Perkumpulan Kristen Protestan Pertama yang dibentuk Cornelis Chastalein. Yang jelas, kawasan ini sudah dihuni manusia sebelum hadirnya Kaoem Depok.

Semua bermula ketika Cornelis Chastelein–putra dari Anthonie Chastelein, pria Perancis yang menyeberang ke Belanda lalu bekerja di VOC (Verenige Oost Indische Compagnie) dan menikahi Maria Cruidenar, putri walikota Dordtrecht–pada usia 17 tahun mengikuti jejak sang ayah bekerja bagi VOC.

Pada 1674, ia berlayar pada 24 Januari dan tiba di Batavia, 16 Agustus menjadi akuntan VOC. Beberapa bulan kemudian ia menikahi Catharina van Vaalberg dan dikaruniai putra, Anthonie Chastelein yang mati muda pada 1715. Ia kemudian tak sepaham dengan politik Gubernur Jenderal Van Outhoorn yang menurutnya bertentangan dengan keyakinan agamanya.

Cornelis Chastelein mengundurkan diri pada 1691, tapi tetap tinggal dan bertekad menekuni pertanian untuk memberi lapangan pekerjaan bagi banyak orang, selain menyebarkan iman kristiani. Ia mulai membeli tanah di seputar wilayah yang ia namai Weltevreden (kepuasan), Gambir kini (1693), Seringsing (Serengseng Sawah) 1695, Mampang, Depok 1696, Karang Anyer 1712 dan dua persil tanah di seberang Ci Liwung, 1714.

Ia melakukan percobaan penanaman kopi pertama di Hindia Belanda di seputar Kwini, Senen, tebu di Lapangan Banteng dengan mendatangkan sekitar 150 pekerja dari Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Makasar. Toean Keboen ini memperlakukan pekerjanya–yang saat itu masih berstatus budak--dengan manusiawi. Dirawat, diberi pendidikan dan  diperkenalkan dengan Kristen Protestan lewat De Eerste Protestante Organisatie van Christenen (Depok).

Sejak awal, Cornelis Chastelein berniat mewariskan 1.244 hektare tanah Depok Lama bagi para pekerjanya yang ia kelompokkan dalam 12 marga–sesuai jumlah murid Yesus–tapi hanya lima nama yang diambil dari Alkitab (Injil): Jonathans, Joseph, Jacob, Samuel, Isakh, lainnya tetap memakai nama keluarga asli--Laurens, Loen, Leander, Sudira, Bakas, Tholense, Zadoch.

Surat wasiat ia selesaikan pada 13 Maret 1714, tiga bulan sebelum wafatnya pada 28 Juni 1714. Ia dianggap humanis karena membebaskan pekerjanya dari status perbudakan, mendahului penghapusan perbudakan lewat undang-undang yang mulai berlaku 1 Januari 1860. Para pekerja dan keluarganya memperoleh sebidang tanah, nama marga sebagai Kaoem Depok dan fasilitas umum seputar wilayah yang kini dikenal sebagai Depok Lama.