PT Dirgantara Indonesia (DI) menyatakan, pesawat N219 dirancang lebih unggul sekaligus lebih murah dibanding pesawat lain di kelasnya sehingga diyakini mampu bersaing dan laku keras di pasar global.
"N219 kita buat agar bisa cepat diserap pasar. Jadi, harus murah, tetapi unggul di kelasnya," kata Manager Program PT Dirgantara Indonesia Budi Sampurno dalam acara yang digelar Ikatan Alumni Program Habibie (Iabie) Monthly Talk Show Series 2014 di Jakarta, Sabtu (24/5).
Ia mengatakan, harga N219 hanya 5 juta dollar AS per unit, padahal pesaingnya Twin Otter, Dornier-228, dan Y12 dari Tiongkok yang berharga 5,5 juta dollar AS sampai 7 juta dollar AS, sementara banyak negara yang memiliki kondisi alam pegunungan atau kepulauan yang landasan pesawatnya pendek, 500 meter.
Semua struktur N219, ujar dia, menggunakan teknologi yang sudah dikuasai lebih dulu di CN235 dan N250, serta tidak menggunakan teknologi "advance" sehingga risiko kegagalan kecil, sementara waktu pengembangan lebih singkat dan biaya lebih rendah.
Dari segi komponen, dia mengatakan bahwa N219 juga menggunakan apa yang ada pada pesawat-pesawat lainnya di pasar global, tetapi diintegrasikan dan disesuaikan sehingga purnajual mudah.
"Mesinnya double engine dari perusahaan PWC Kanada, yang sudah dipakai oleh 75 persen pesawat di pasar global. Sistem avioniknya (sistem elektronik pesawat) canggih, merek Garbin G-1000, bisa single pilot dan mudah dioperasikan. Sementara itu, sistem propeler dari Hartzell," katanya.
Budi mengatakan, saat ini N219 masih dalam tahap desain. Namun, mulai Juli 2014, pesawat tersebut akan memasuki tahap pembuatan komponen empat unit yang akan digunakan untuk "static" dan "fatigue test" serta uji terbang untuk memperoleh sertifikasi kelayakan.
"Jadi, akhir 2016 kami harap N219 sudah memperoleh sertifikat kelayakan dan 2017 bisa diproduksi massal dengan target produksi 12 pesawat per tahun," katanya.
Selain itu, "N219 juga dirancang menjadi pesawat yang nyaman bagi penumpang karena tinggi kabin 170 cm dibanding para pesaingnya sekitar 150 cm, dan mampu membawa beban sampai 2.300 kg dibanding pesaingnya, yang 1.800 kg, serta aman," katanya.
Dalam kesempatan itu, Iabie juga mengadakan telekonferensi dengan mantan Presiden RI, BJ Habibie, yang sedang berada di Jerman, dan bertanya jawab dengan para alumnus program beasiswa pada masa Habibie.