Sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change mengungkap bahwa penyu tempayan bisa mengalami krisis pejantan gara-gara pemanasan global. Bagaimana bisa?
Ilmuwan Swansea University di Wales melakukan analisis berdasarkan data rasio populasi penyu tempayan dalam 150 tahun di Sal, Cape Verde, dan peningkatan suhu Bumi dalam 100 tahun ke depan menurut Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).
Dalam 150 tahun terakhir, diketahui bahwa 50 - 70 persen telur yang menetas menghasilkan tukik penyu tempayan betina. Saat ini, rasio betina yang menetas menunjukkan sedikit peningkatan.
Dengan skenario peningkatan suhu menurut IPCC, ilmuwan memperkirakan bahwa rasio menetasnya betina dari telur akan meningkat menjadi 80 persen pada tahun 2050 dan 90 persen pada tahun 2100. Pejantan akan menjadi barang langka.
"Kemungkinan bahwa penyu akan punah bukanlah skenario yang terlalu jauh," kata Graeme C Hays, peneliti biologi perairan di Swansea University, seperti dikutip The Verge, Selasa (20/5).
Hays memprediksi, dengan adanya peningkatan suhu, mungkin pejantan bisa mengalami perubahan perilaku dengan membuahi lebih banyak telur. Namun, peran serta manusia tetap dibutuhkan untuk menjaga agar tempat peneluran penyu tak terlampau panas.
Penyu memanfaatkan pantai untuk menaruh telurnya. Hays menuturkan, ketika banyak pantai suhunya terlalu panas, manusia juga bisa mengupayakan untuk memindahkan telur ke pantai yang lebih sejuk atau menutupi area peneluran.
Meski demikian, ancaman penyu karena perubahan iklim tak cuma soal suhu. Perubahan iklim memicu kenaikan muka laut. Penyu nantinya bakal terancam karena pada akhirnya pantai sebagai lokasi perkawinan mereka pun musnah.