Lebih dari 40 juta orang dewasa di Indonesia yang obesitas atau kegemukan. Hal itu setara jumlah penduduk Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, tetapi semuanya berisiko menderita berbagai penyakit degeneratif, mulai dari diabetes, serangan jantung, stroke, hingga kanker.Seiring meningkatnya kesejahteraan rakyat dan bertambahnya jumlah penduduk usia produktif sebagai buah dari bonus demografi, jumlah orang dewasa gemuk dipastikan terus naik. Mereka terdiri dari orang yang baru kelebihan berat badan dibandingkan berat badan standar sesuai tinggi tubuh dan yang sudah masuk kategori obesitas.”Modernisasi membuat asupan kalori masyarakat tak seimbang,” kata Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng, Minggu (1/6), di Jakarta. Padahal, obesitas meningkatkan risiko penyakit diabetes, jantung, stroke, dan kanker.Masyarakat Indonesia terbiasa mengonsumsi karbohidrat berlebih. Nasi tetap menjadi makanan utama, sedangkan mi, ubi, dan roti sebagai makanan selingan. Meski Indonesia bangsa agraris, konsumsi sayur dan buah amat rendah. Kondisi itu bersamaan dengan meningkatnya konsumsi makanan olahan dan siap saji tinggi lemak, garam, dan gula.Masalah globalKegemukan bukan hanya masalah Indonesia. Riset Institut Pengukuran dan Evaluasi Kesehatan (IHME) Amerika Serikat yang ditulis dalam jurnal The Lancet, Kamis (29/5), menyebutkan, jumlah orang gemuk di dunia naik dari 875 juta orang pada 1980 menjadi 2,1 miliar orang pada 2013.Itu berarti hampir sepertiga penduduk bumi kegemukan. Di negara berkembang, jumlah perempuan gemuk lebih banyak dibandingkan laki-laki. ”Perempuan di negara berkembang dituntut mampu mengerjakan banyak hal, bekerja sambil mengurus keluarga. Itu membuat mereka tak punya banyak waktu mengelola berat badan,” kata pakar kesehatan global IHME, Prof Ali Mokdad, kepada BBC, Kamis lalu.Di negara maju, justru lebih banyak laki-laki yang obesitas. Kurang aktivitas fisik menjadi pemicu. Permukiman yang melebar ke luar kota membuat waktu tempuh dari rumah ke tempat kerja lebih lama. Waktu luang digunakan untuk hobi yang tak butuh banyak aktivitas fisik. ”Modernisasi dan teknologi membuat aktivitas fisik turun,” kata Hermann Toplak, presiden terpilih Asosiasi Eropa untuk Studi Obesitas (EASO).Dalam riset IHME, merujuk Riset Kesehatan Dasar 2007 dan 2010, Indonesia masuk 10 besar negara dengan orang gemuk terbanyak. Menurut Riskesdas 2013, prevalensi orang gemuk lebih besar.