Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Lemah

By , Senin, 9 Juni 2014 | 10:51 WIB

Implementasi kawasan tanpa rokok masih lemah. Padahal, itu upaya mengendalikan dampak buruk tembakau bagi kesehatan. Akibatnya, pengendalian jumlah perokok tidak maksimal pula.

Baca: Kawasan Tanpa Rokok Guna Lindungi Perokok Pasif

Demikian survei tingkat kepatuhan kantor pemerintah dalam implementasi kawasan dilarang merokok di DKI Jakarta oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1-30 April 2014. Survei kepada 470 responden di 225 kantor pemerintahan DKI Jakarta, meliputi kelurahan, kecamatan, wali kota, balai kota, gedung DPRD, DPR, dan kementerian. Sampel diambil acak.

Pengurus harian YLKI Tulus Abadi, pekan lalu, di Jakarta, menyatakan, 95 persen responden tahu, kantor pemerintah termasuk kawasan dilarang merokok. Namun, di lapangan masih tercium asap rokok di 12 persen dari total jumlah kantor pemerintah yang disurvei, kantor menyediakan asbak (7 persen), dan ditemukan puntung rokok di kantor (8 persen).

"Masih ditemukan juga orang merokok di kawasan 'Dilarang  Merokok' di 11 persen kantor pemerintah yang disurvei. Pelaku pelanggaran ini adalah pegawai negeri sipil sebanyak 58 persen dan non-PNS sebanyak 42 persen," kata Tulus.

Sebanyak 64 persen responden PNS belum tahu ada pencabutan Tunjangan Kinerja Daerah jika kepergok merokok di kantor.

Secara terpisah, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mempertanyakan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok yang sudah ada di sejumlah daerah.

Baca juga: Pernyataan Menteri Kesehatan Soal Perokok Dikecam

"Memang betul ada KTR. Akan tetapim bagaimana implementasinya? Apa ada sanksi buat yang merokok?" ujarnya. Nafsiah mencontohkan, di DKI Jakarta yang lama memiliki aturan pun masih ditemui banyak orang merokok di tempat-tempat yang dilarang.

Saat ini, 127 kabupaten/kota memiliki perda tentang kawasan tanpa rokok.