Tiongkok-Vietnam Terus Berseteru, PBB Bersedia Jadi Penengah

By , Jumat, 13 Juni 2014 | 13:21 WIB

Perserikatan Bangsa-Bangsa bersedia menjadi penengah dalam sengketa kawasan antara Tiongkok dan Vietnam di Laut Tiongkok Selatan. (Baca di sini)

PBB sekaligus meminta persoalan itu dituntaskan secara damai dan menurut aturan hukum. Hal itu disampaikan juru bicara PBB Stephane Dujarric, di New York, AS pada Selasa (10/6).

Ketegangan meningkat di antara kedua negara dalam beberapa pekan terakhir menyusul langkah sepihak Tiongkok menempatkan anjungan pengeboran minyak lepas pantai raksasa.

Kedua belah pihak sama-sama melayangkan surat protes kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Masing-masing mengklaim, pihak lawan telah melakukan pelanggaran.

Kesediaan PBB menengahi sengketa disampaikan sehari setelah Tiongkok melayangkan keluhan resmi ke PBB.

Beijing mengklaim hampir seluruh kawasan Laut Tiongkok Selatan yang kaya sumber daya alam itu. Klaim didasarkan pada peta pertengahan abad ke-20 dan klaim sejarah berusia 1.000 tahun, yang dinilai kurang meyakinkan oleh banyak pihak.

Adapun Vietnam mengklaim telah berabad-abad mengontrol Kepulauan Paracel, lokasi sengketa tersebut.

Utusan Vietnam untuk PBB, Le Hoai Trung, mengatakan Pemerintah Vietnam sangat menyesalkan insiden kerusuhan berdarah anti-warga Tiongkok. Namun, mendesak Tiongkok segera menarik kembali anjungan pengeboran minyak lepas pantai berikut sedikitnya 100 kapal mereka dari kawasan sengketa.

Penarikan harus dilakukan jika Tiongkok ingin membangun "lingkungan yang kondusif untuk bernegosiasi". Le mengatakan, Beijing justru berkeras menolak karena menurut mereka tak ada sengketa di wilayah itu.

Anjungan tersebut berada sekitar 32 kilometer dari Kepulauan Paracel, dan sekitar 287 dari pantai Vietnam.

"Kami tidak mau bersikap provokatif dalam masalah ini. Kami ingin bernegosiasi dan berdialog. Atau menempuh cara-cara damai lain demi menyelesaikan sengketa ini," kata Le. "Selama ini kami berupaya menahan diri. Namun, seperti juga yang dilakukan negara lain di dunia, kami berhak untuk membela diri," ungkapnya.