Singapura Membangun Panel Surya Apung Terbesar di Dunia

By , Senin, 16 Juni 2014 | 19:15 WIB

Singapura merupakan negara tetangga Indonesia yang berukuran lebih kecil dari DKI Jakarta. Karena itu, tidak banyak ruang yang tersisa di negara-kota tersebut untuk membangun apa pun.

Namun, Singapura seolah tidak pernah kehabisan ide dalam berinovasi. Pemerintah negara tersebut akan membangun lebih banyak panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik. Bukan sembarang panel surya, melainkan dikembangkan di atas permukaan air!

"Sebagian besar instalasi fotovoltaik di Singapura jelas berada di atap, tapi bahkan jumlahnya terbatas," ujar Deputi CEO Solar Energy Research Institute of Singapore Thomas Reindl. Organisasi yang dipimpin Reindl tersebut akan mengelola proyek pemerintah.

Menurut Reindl, berbagai daerah yang bisa menjadi lokasi alternatif pembangunan solar farm sudah dieksplorasi. Salah satu pilihan yang paling menjanjikan adalah penampungan-penampungan air (waduk) di dalam pulau.

Hal ini menarik lantaran belum banyak solar farm mengambang yang pernah dibuat di seluruh dunia. Karena itu, Singapura perlu mengembangkan sendiri hal ini. Mereka akan memulai dengan pengetesan versi kecil dari 10 desain berbeda.

Nantinya, desain terbaik akan diekspansi hingga membentuk pembangkit listrik berskala penuh. Pembangkit listrik tersebut diharapkan bisa membangkitkan 3,3 gigawat-jam dari energi matahari dalam setahun. Jika lebih efisien, bahkan tidak mustahil mencapai 4 gigawatt-jam.

Penampungan air atau waduk yang akan menjadi rumah bagi pembangkit listrik ini pun menurut rencana akan digunakan sebagai air minum. Para peneliti perlu ekstra hati-hati memonitor dampak lingkungan dari pembangkit listriknya. meski, sejauh ini, air dan panel surya sudah saling menguntungkan. Misalnya, panel surya membuat proses evaporasi berkurang. Sementara, air membuat panel surya lebih dingin.

Reindl cukup percaya diri mengenai proyek ini. Lagipula, ide solar farm apung bukan lagi barang baru. Ide ini sudah mulai terdengar sejak beberapa tahun lalu. Tantangan bagi Reindl dan timnya saat ini hanya menyangkut penekanan biaya agar proyek ini bisa berjalan dengan mulus.