Revitalisasi Kanal Kuno Sriwijaya

By , Rabu, 18 Juni 2014 | 18:01 WIB
()

Pertunjukan teatrikal Pelayaran Bersejarah Kerajaan Sriwijaya digelar di kanal kuno peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam pembukaan Festival Sriwijaya di Palembang, Sumatra Selatan.

Untuk itu, sebagian kanal kuno peninggalan Sriwijaya direvitalisasi.

Revitalisasi kanal kuno peninggalan Sriwijaya itu dengan pengerukan sedimentasi di dasar kanal serta pembersihan di sekelilingnya. Revitalisasi hanya pada kanal dan danau di dalam kompleks Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau Situs Karanganyar I.

Pengerukan yang berlangsung sejak beberapa pekan lalu dimaksudkan agar kanal dengan lebar lebih kurang 15 meter itu dapat diarungi tiga kapal dalam pertunjukan teatrikal yang menggambarkan sejarah Sriwijaya, mulai dari kedatangan Dapunta Hyang dan pasukannya di Palembang hingga puncak keemasan kerajaan itu.

Kanal kuno peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya menjadi bagian dalam pertunjukan teatrikal Pelayaran Bersejarah Kerajaan Sriwijaya pada pembukaan Festival Sriwijaya di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, di Palembang, Senin (16/6/2014) malam. | KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM

Ketua Pelaksana Festival Sriwijaya 2014 juga Asisten III Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumsel Ahmad Najib, di sela-sela pembukaan festival, Senin (15/6) malam, mengatakan, "Tahun ini kami ingin benar-benar mengembalikan Festival Sriwijaya sebagai upaya melestarikan situs, serta mengenalkan kembali sejarah dan kebesaran Kerajaan Sriwijaya kepada masyarakat." Selama ini festival tersebut digelar di luar situs karena lebih berorientasi pada sisi ekonominya.

Situs Karanganyar terdiri dari tiga subsitus dan dihubungkan oleh 7 kanal dan 3 danau serta 3 pulau yang seluruhnya diduga dibuat pada zaman Kerajaan Sriwijaya abad 7. Sebelumnya, sedimentasi kanal-kanal kuno (dengan lebar sekitar lima belas meter itu) kerap membuat kanal mengering.

Mengutip Nurhadi Rangkuti, arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, dalam pemberitaan Kompas (27/5/2013), Situs Karanganyar terletak di kelokan Sungai Musi. Kawasan itu dikelilingi kanal dan parit buatan dengan kolam di dalamnya. Dari atas gardu terlihat sebuah kanal lurus, panjangnya mencapai 3,3 kilometer dan memotong kelokan Sungai Musi.

Analisis karbon menunjukkan, lapisan tanah di kanal itu berasal dari abad ke-7 Masehi sampai ke-13 Masehi, masa di mana Kerajaan Sriwijaya berkuasa. Saat pengerukan kanal tahun 1990, arkeolog menemukan sisa papan perahu yang konstruksinya menggunakan teknik papan ikat dengan ijuk dan pasak kayu.

Dugaan bahwa kanal itu terkait dengan daerah permukiman terbukti ketika arkeolog menemukan perlengkapan rumah tangga berupa mangkuk, periuk, dan piring berbahan keramik dan tembikar.

Sejumlah situs peninggalan Kerajaan Sriwijaya sudah mulai beralih fungsi menjadi permukiman dan bangunan tanpa diberi penanda. (Baca di sini)

Akibatnya, jejak-jejak keberadaan kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara itu makin hilang.