Sumber Masalahnya Adalah Pembeli Seks, Bukan Lokalisasi

By , Kamis, 19 Juni 2014 | 09:53 WIB

Setelah puluhan tahun berdiri, lokalisasi prostitusi Dolly di Surabaya ditutup. Masa depan generasi bangsa adalah alasan yang selalu disebut-sebut Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk menutup lokalisasi tersebut.Direktur Eksekutif Perhimpunan Keluarga Besar Indonesia (PKBI) Inang Winarso berpendapat, jika alasannya moral dan ketertiban umum, maka masalahnya bukan karena keberadaan lokalisasi. "Sebenarnya sumber masalahnya adalah pembeli seks. Laki-laki para pembeli seks itu tak pernah jadi perhatian dan dibiarkan tindakannya dalam mengeksploitasi seks. Mereka menukar uang dengan seks yang murah," katanya ketika dihubungi, Rabu (18/6).Inang menambahkan, wanita pekerja seks komersial (PSK) adalah korban perdagangan manusia yang dilacurkan. Mereka terjerat di dalamnya dan tak bisa keluar."Kebijakan yang menempatkan mereka sebagai objek kebijakan sama saja dengan menyalahkan korban. Para PSK ini dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung jawab," ujarnya. Ia mengatakan, seharusnya dibuat kebijakan untuk memberi sanksi kepada pembeli seks. "Pasti semua akan setuju. Ini bisa mengurangi pelanggaran ketertiban umum atau moral," katanya.Membeli layanan seks komersial seharusnya menjadi tindakan kriminalisasi sehingga orang menjadi takut. Fenomena prostitusi, lanjut Inang, muncul akibat ada permintaan (demand). "Tapi tidak pernah ada yang menyebut bahwa laki-laki sebagai sumber masalahnya," tekannya. Sejarah menunjukkan, lokasi prostitusi muncul tak jauh dari pusat industri, entah itu pelabuhan, kereta api, perkebunan, atau pertambangan. "Industri pelacuran muncul di dekat tempat berkumpulnya laki-laki yang ingin melampiaskan nafsu seksnya dengan murah," tandasnya.