Catatan dari Pesta Tahunan Senirupa Dunia di Yogyakarta (2)

By , Kamis, 19 Juni 2014 | 20:10 WIB

Pada akhirnya, ART|JOG|14 mengikutsertakan 103 seniman seluruhnya, terdiri dari 48 seniman undangan dan 55 seniman aplikasi dengan beragam media karya: lukisan, patung, fotografi, dan instalasi. Seniman-seniman tersebut berasal dari Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Surakarta, Surabaya, Bali, Tangerang, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jepang, dan Singapura.

Tiga seniman senior Indonesia turut serta dalam ART|JOG kali ini, yaitu Edhi Sunarso, Djoko Pekik, dan Amrus Natalsya. Ketiganya adalah seniman yang dikenal intens menggarap karya dengan tema politik dan kritik kepada kekuasaan.

Di ART|JOG|2014 kali ini, Panitia menghadirkan dua tamu istimewa di bagian Special Presentation. Mereka adalah Marina Abramović, performance artist asal Amerika Serikat; dan TeamLab, grup asal Jepang yang berkarya dengan melakukan eksperimentasi dalam bidang teknologi, seni, dan desain.

Marina Abramović—yang tahun ini berusia 68 tahun—dikenal sebagai “grandmother of performance art” dunia. Ia telah memulai kariernya sejak 1970, ketika pada saat itu ia sudah menjadikan tubuh sebagai subjek sekaligus medium dalam berkarya. Karyanya yang dihadirkan di ART|JOG|14 berjudul “8 Lessons on Emptiness with a Happy End” berupa video instalasi. Melalui lima tayangan  dalam video instalasi tersebut, Abramović mengkritisi perang yang marak diberitakan di televisi maupun praktik kekerasan di video games. Di karya ini Abramović memparodikan kegiatan-kegiatan di barak militer, di mana aktor-aktornya seluruhnya adalah anak-anak, dan diproduksi di Laos pada 2008.

Karya TeamLab dari Jepang berjudul “United, Fragmented, Repeated and Impermanent World” (2013) berupa karya digital yang interaktif. TeamLab berbasis di Tokyo, kerap kali membuat iklan yang ditayangkan di monitor-monitor gigantik di pusat kota Tokyo. Karya teamLab di ART|JOG|14 merupakan kritik terhadap rusaknya ekosistem lingkungan

Tiket masuk

Mulai tahun 2014 ini, Panitia ART|JOG|14 memberlakukan sistem tiket seharga Rp 10.000 pada hari pascapembukaan hingga hari terakhir. Menurut Direktur ART|JOG, Satriagama Rakantaseta atau Seto, hal ini sebagai upaya untuk memulai tradisi untuk mendidik diri sendiri dan mendidik masyarakat dalam mengapresiasi kerja keras orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan ART|JOG.

Leo Silitonga—pemilik Umah Seni Gallery, Jakarta dan salah satu Fair Director Bazaar Art Jakarta—mengapresiasi terobosan penerapan ticketing ini, ”Ini keputusan berani. Kami bahkan juga terpikir untuk menerapkan sistem ini di kegiatan kami. Sudah cukup lah kebiasaan menonton gratis peristiwa seni. Penerapan tiket masuk menunjukkan effort apresian seni. Itu harga yang pantas bagi kesempatan melihat karya seni, misalnya dari perupa internasional yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.”