Mengingat Bogor Masa Lalu yang Manusiawi

By , Selasa, 24 Juni 2014 | 15:11 WIB
()

Lebih dari 100 foto tua dan baru dipamerkan melalui "Catatan Sejarah Kota Bogor dalam Foto" di Bogor Trade Mall, Senin (23/6). Pameran memperlihatkan perjalanan sejarah Kota Bogor sejak era Hindia Belanda sampai saat ini. Pameran ini akan berlangsung hingga hari Rabu (25/6).

Bagaimanakah Bogor masa lalu? Sebuah foto menerangkan Stasiun Bogor yang dibangun pada 1872. Pembangunan stasiun itu untuk mempercepat lalu lintas barang dan manusia antara Buitenzorg (Bogor) dan Batavia (Jakarta), menggunakan kereta api, yang sebelumnya bergantung pada kereta kuda.

Foto lain bercerita, di depan Stasiun Bogor pada 1910, dibangun Taman Wilhelmina atau Taman Kebon Kembang. Pada 1970, sebagian kawasan diubah menjadi terminal angkutan kota.

Namun usia terminal tidak bertahan lama. Taman Wilhelmina diubah menjadi Taman Topi yang sampai kini terdiri atas Taman Ade Irma Suryani dan Plaza Kapten Muslihat. Jadi, sebelum Terminal Taman Topi ditutup, pengunjung yang naik kereta dapat turun di Stasiun Bogor kemudian menyeberang dan melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan kota. Inilah bukti bahwa sebelum diubah menjadi Taman Topi, sistem angkutan umum di Kota Bogor pernah terintegrasi.

Apalagi di luar gerbang stasiun, saat Terminal Topi masih ada, juga ramai deretan delman, becak, bemo. Pengunjung bebas memilih menikmati Bogor dengan berbagai sarana transportasi.

Dari rangkaian foto terungkap pula bahwa sejak dulu pun Belanda memikirkan bagaimana Ciliwung diatur agar limpahan airnya tidak membanjiri Ibu Kota, dengan membagi debit air ke Cisadane yang bermuara Tangerang.

Foto lain bercerita akan keberadaan Witte Pall (tugu) yang dibangun pada 1839 untuk peringatan kembalinya Buitenzorg dari penguasaan Inggris ke Belanda. Tugu itu dulunya berlambang Kerajaan Belanda berfungsi sebagai titik triangulasi primer. Penanda koordinat letak ketinggian Bogor dari permukaan air laut. Koordinat tersebut diperlukan bagi pembuatan peta topografi yang mencakup lahan di Pulau Jawa.

Tugu dihancurkan pejuang Indonesia pada 1958. Senasib dengannya adalah kuburan Belanda yang kini menjadi Terminal Merdeka, Pasar Kebon Jahe, dan Pusat Grosir Bogor.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyatakan, foto-foto yang dipamerkan amat penting untuk membuktikan sejarah Kota Bogor dalam perjalanan Republik Indonesia. Sayang kemauan untuk merekam perjalanan sejarah dalam dokumentasi tulisan dan foto masih lemah. "Budaya kita itu kuat dalam penuturan, bukan dokumentasi, sehingga masa lalu lantas mudah dilupakan," katanya.

Pameran juga menunjukkan masih banyak banagunan bersejarah yang tersisa dan terpelihara patut dijaga.

Bangunan tua milik keluarga Kapitan Tan berarsitektur Indis di Jalan Suryakencana, Bogor Tengah, Kota Bogor, yang masih berdiri, terawat, dan menunjukkan sisa keberadaan kawasan Tionghoa Bogor. (Ambrosius Harto/Kompas)

Lihatlah, pada suatu waktu di masa lalu, Kota Bogor dinamai Buitenzorg karena tidak ada masalah atau sangat nyaman dan manusiawi. Buitenzorg mengandung arti (dalam bahasa Inggris) "without sorrow" atau "out of difficult". Buitenzorg yang tenang, tempat melepas penat.